Wednesday, July 10, 2019

Travel Story : Jogja Kota Kenangan (Bagian 1)


Ada yang berbeda di liburan kali ini. Jogja menjadi tujuan untuk mendapatkan suasana fresh saat liburan. Diskusi yang cukup panjang bersama teman-teman, kekhawatiran akan batal, tapi bismillah liburan harus dimulai. Kami berempat bersama adik-adik @RumahInspirasiMAB, Ravi, Wahyu dan Fadlu. Wahyu menyusul dari Kebumen.

Hal pertama yang harus dilakukan agar jadi adalah membeli tiket kereta. Pergulatan antara moda transportasi bus atau kereta menjadi pertimbangan, hingga akhirnya memutuskan bahwa kami berangkat menaiki kereta Sabtu pagi dari stasiun Pasar Senen.

Beberapa pertimbangan antara lain; langsung bisa menuju penginapan saat tiba di Jogja, tidak mengalami jetlag atau mengantuk karena perjalanan siang hari, dll. Perjalanan dengan bus dirasa cukup lama dan memungkinkan tidak efektif bagi kami untuk langsung berkeliling saat paginya.

Kereta Api Gajahwong menuju Yogyakarta menemani perjalanan kami sepanjang kereta. Benarlah, kereta menjadi ciri khas orang jawa. Aku selalu rindu suasana saat pertama kali menaiki kereta ekonomi antar-kota di Jawa. Posisi tempat duduk yang berhadapan memungkinkan ada interaksi antar penumpang yang mungkin tidak saling kenal.

Rupanya, hal itu yang tidak disukai oleh teman-temanku. Kadang, kehidupan di kota mendidik kita menjadi pribadi yang egois, seakan kita kita sendiri, untuk kenyamanan sendiri. Memilih posisi nyaman yang bisa kita dapatkan tanpa melihat sekitar.

Hari itu, Sabtu, 29 Juni 2019 perjalanan akhirnya dimulai. Drama pagi hari karena salah satu teman telat bangun pun menjadi bumbu perjalanan kami. Tiba di Stasiun Pasar Senen, mengantri di antrian yang salah juga menjadi hal yang akan selalu aku ingat; bahwa tiap kereta memiliki jalur antriannya sendiri. Bila tidak segera tersadar, mungkin kami sudah tertinggal kereta lantaran hampir lima menit kurang dengan antrian pagi itu yang cukup sesak.

Pukul 15.00 WIB, Stasiun Tugu Yogyakarta menyambut kedatangan kami. Kami menaiki Grab Car menuju penginapan di daerah Pakualaman, tepat di belakang Benteng Vredeburg, Malioboro. Penginapan ini adalah RedDoorz yang sebenarnya adalah Rajadani Hotel. Kami memesannya via Pegi-Pegi dengan harga super murah, sekitar Rp 80ribuan per malam.

Tidak banyak yang kami harapkan dari penginapan harga segitu, meski dengan AC, air panas, WIFI, dll. Setidaknya cukup untuk kami berisitirahat selama berlibur di Jogja. Kami pun hanya menginap semalam, keesokannya kami pindah penginapan untuk menghemat budget.

-----

Waroeng SS (Special Sambal)

Usai maghrib, kami berencana makan malam dengan lahap dan nikmat. Waroeng SS menjadi tujuan kami. Terdekat berjarak sekitar 2 km dari penginapan. Entah sejak kapan, makanan di SS menjadi begitu nikmat untuk disantap dibanding fast food yang sering dijumpai di mall. Beberapa bahkan selalu gagal untuk makan di SS Depok lantaran antrian yang tak karuan.

Maka di sini, di Jogja, asal mula SS berada menjadi tujuan awal kami. Hal yang tak pernah kami pikirkan adalah bahwa ternyata konsep waroeng SS di Jogja adalah kita bisa menambah nasi sepuasnya, hal yang sangat kami senangi. Aku baru menyadarinya saat membayar di kasir.

Tak jauh dari SS, adalah alun-alun kidul. Kami cukup berjalan kaki sembari menikmati malam. Malam itu Jogja terasa cukup ramai hal ini karena pekan liburan sekolah yang menjadikan Jogja tempat tujuan wisata seperti kami. Benar saja jalan menuju alun-alun kidul padat merayap, bahkan tak bergerak.

Ketika salah satu teman menawarkan untuk menaiki sepeda gowes warna-warni, kami menolaknya. Entah berapa lama akan tiba kembali di tempat yang sama. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke penginapan beristirahat untuk hari berikutnya yang mungkin akan sangat melelahkan.

Plengkung Gading
Sebelum balik, kami menaiki gerbang plengkung gading yang melingkupi alun-alun kidul. Jogja menang terasa selalu istimewa...

Kami pulang sembari memesan Grab hingga penginapan. Mengistirahatkan badan untuk jalan-jalan esk hari...

Malam di Alun-alun Kidul

-----

Malioboro, Alun-alun Utara, Kraton hingga Taman Sari

Minggu pagi, hari kedua di Jogja. Sesuai kesepakatan semalam kami harus bersiap pukul 05.30 untuk jalan menikmati pagi di Jogja. Kami baru siap hingga pukul 06.00 WIB.

Suasana pagi itu cukup cerah. Kami menyusuri hingga tiba di kawasan depan Bank Indonesia. Jalanan pagi itu cukup lengang. Kami pun bebas berfoto.

Depan Benteng Vredeburg, tampak aktivitas senam SKJ yang diikuti oleh warga. Terlihat semua tampak ceria. Aku mengamati sekitar. Matahari belum tinggi pagi itu.

Depan Kraton
Usai puas menikmati kawasan malioboro, kami bergegas menuju alun-alun utara. Persis lurusan jalan Malioboro akan tembus ke alun-alun utara.

Di alun-alun utara tampak rombongan pelari, pesepeda ramai memadati. Kami melwati dua pohon beringin di tengah menuju kraton. Berfoto bersama sebagai tanda kenangan pernah berada di Jogja.

Tujuan kami pagi itu adalah mencari sarapan kemudian menikmati kawasan taman sari. Kami menelusuri jalan sekitar kraton menuju taman sari. Berbekal GPS di smartphone, kami telusuri tiap gang yang ada. Harapan pertama tentunya menemukan sarapan pagi yang mengenyangkan.

Sayang, hingga depan taman sari kami tak menemukan apapun. Taman sari pun belum buka sama sekali. Akhirnya kami memutuskan untuk terus berjalan hingga tiba di alun-alun selatan yang semalam kami kunjungi.

Kami menemukan penjual nasi kuning dan lontong sayur. Setelah kami yakin harganya oke, kami pun bersantap nikmat.

Usai sarapan, kami kembali ke kawasan taman sari. Ternyata belum juga dibuka. Taman sari baru dibuka pukul 09.00 WIB.

Untuk menuju taman sari, kita bisa menggunakan angkutan becak, grab, ataupun bawa kendaraan pribadi. Biasanya akan sangat ramai saat weekend. Tiket masuk taman sari sebesar Rp 5ribu per orang, plus tambahan Rp 3ribu untuk kamera (kecuali kamera smartphone).

Menjelang pukul 09.00 WIB gerbang taman sari dibuka. aku mengantri paling depan sembari menyiapkan uang pas untuk tiket.

Kawasan wisata taman sari adalah kawasan istana pemandian putri raja. didalamnya terdapat kolam tempat putri mandi. Arsitekturnya yang klasik membuat kawasan ini menjadi daya tarik wisata untuk dikunjungi ketika ke Jogja.

Sebagian kawasan menyatu dengan pemukiman yang membuat kita kadang kebingungan menemukan jalur yang tepat. Sebelumnya beberapa tahun lalu saya pernah berkunjung ke taman sari bersama teman-teman, saat itu kami menyewa guide lokal.

Depan Tamansari
-----

Usai dari taman sari, kami kembali ke pengingapan. Persiapan untuk check out pindah ke penginapan berikutnya. Kami juga menunggu motor sewaan untuk kami gunakan berkeliling ke kawasan selatan Jogja.

Sekitar pukul 11.00 WIB motor sewaan kami tiba. Kami menyewa di Jogjig yang kami temukan di internet. Harganya standar Rp70 ribu/motor per 24 jam. Syaratnya pun mudah dan prosesnya cepat.

Dari penginapan kami menuju Mie Ayam Bu Tumini yang katanya enak itu. Kami sengaja memilih Mie Ayam Bu Tumini 2 karena menurut review tempatnya lebih luas dan tidak terlalu crowded.

Meluncurlah kami kesana....

Di tunggu lanjutannya ya....

Tags :

bm
Created by: Bambang Sutrisno

Lelaki biasa penggiat lingkungan dan kepemudaan. Sedang menumbuhkan arti proses, konsistensi, dan kebermanfaatan dalam hidupnya.

Post a Comment

Connect