Friday, January 8, 2016

Catatan Perjalanan : Pesona Alam Sukabumi bagian Selatan

Kawasan Geopark Ciletuh
Dok. Pribadi
Kabupaten Sukabumi merupakan Kabupaten terluas kedua di Pulau Jawa setelah Kabupaten Banyuwangi di Jawa Timur. Dengan luas lebih dari 4000 km persegi ini, Kabupaten Sukabumi menyimpan pesona wisata yang sungguh mempesona. Bentang alam yang didominasi oleh bukit dan pegunungan dari utara hingga selatan dan dibatasi oleh Samudera Hindia secara langsung di bagian selatan menjadikan Kabupaten Sukabumi menyimpan pesona alam yang tidak terlupakan.

Pekan liburan Natal tahun 2015 ini, aku menghabiskannya di rumah salah seorang teman, lebih tepatnya adik kelas, Saifan, Teknik Perkapalan 2012 yang juga merupakan salah satu penghuni Pondokan MAB. Hari itu, Selasa, 22 Desember 2015, tepat saat hari ibu kami berangkat ke Sukabumi menuju rumah Saifan yang terletak di daerah Pelabuhan Ratu. Untuk mencapai kesana kita bisa menggunakan bis Jurusan Bogor-Pelabuhan Ratu yang didominasi oleh operator bus MGI. Saat ini harga tarifnya sekitar Rp 45,000.

Setelah perjalanan kurang lebih empat jam, kami akhirnya tiba di Terminal Pelabuhan Ratu. Sama seperti terminal kebanyakan, Terminal Pelabuhan Ratu menjadi pusat moda ekonomi Kabupaten Sukabumi bagian selatan. Pasar, Ruko-ruko, pelabuhan, terminal semua menjadi satu. Dari terminal, kami melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Cisolok ke arah barat hingga hampir mencapai perbatasan Banten. Cisolok adalah kecamatan terujung dari Kabupaten Sukabumi sekaligus wilayah perbatasan Banten dan Jawa Barat.

Menaiki angkot biru dari Terminal Pelabuhan Ratu menuju Terminal Cisolok, aku dikejutkan dengan bentang alam Kabupaten Sukabumi yang memang mempesona. Pesona Samudera Hindia di kala senja ditambah bukit-bukit yang dibelah oleh jalan menyajikan pengalaman yang tiada duanya. Skeitar hampir satu jam kami menaiki angkot akhirnya kami tiba di terminal Cisolok yang merupakan rute akhir angkot. Kami harus menaiki Ojek untuk mencapai rumah Saifan yang letaknya dekat dengan Pantai Pejagan.
-----

Nelayan dan Ikan Segar

Rumah Saifan terletak tak jauh dari bibir pantai. di kejauhan terlihat perahu-perahu nelayan yang bersandar di bibir pantai. Suara ombak bergemuruh memecah kebisuan. Sebagian besar penduduk kampung tersebut adalah Nelayan. Tak jauh dari situ sebuah tempat pelelangan ikan menjadi tempat yang dituju Nelayan untuk menjual hasil tangkapannya.

Tak seperti di Depok yang jauh dari laut, di sini sangat mudah mendapatkan ikan segar. Malam itu selepas kami tiba, Ayahnya Saifan membelikan kami ikan Tongkol dan membakarnya sebagai santapan makan malam. Perut kosong dipadu dengan kesegaran ikan bakar dan baksound ombak yang menderu membuat semakin lahap menikmati makan malam saat itu.

Di kejauhan bukit-bukit menjulang menambah keindahan panorama. Pantai Pejagan meski tak menjadi tujuan wisata, namun pantai ini menjadi tumpuan penduduk kampung untuk melaut. Kapal-kapal nelayan yang terdampar di bibir pantai menjadi saksi bisu keringat yang tiap hari harus diperas oleh Nelayan. Dermaga yang nampak belum selesai memecah debur ombak menggiring nelayan untuk kembali merapat. berbatasan dengan Pantai Pejagan, Pantai Karang Bong yang juga banyak dipenuhi oleh Kapal-kapal Nelayan.
-----

Surga di Bagian Selatan (1)

Hari pertama rencana perjalanan kami adalah menuju kawasan Geopark Ciletuh. Kami mendapati gambar yang tak biasa saat browsing di internet. Pesona yang memanggil untuk dikunjungi. Pagi itu, dengan menebeng mobil salah seorang teman Ayahnya Saifan, kami berangkat menuju Kawasan Geopark Ciletuh. Perjalanan dari Cisolok menuju ke arah timur menyusuri pantai hingga melewati Pelabuhan Ratu, lalu terus hingga ke selatan memasuki kawasan pegunungan Jampang.

Aku terpesona oleh bentang alam yang menakjubkan. Berkelok tiada henti, sebelah kanan tebing dan sebelah kiri jurang dengan pemandangan yang tiada duanya.melewati kawasan pegunungan ini seakan tiada henti kelokannya. Mungkin bagi pengendara yang belum terbiasa akan kewalahan melalui rute seperti ini. Bahkan bagi penumpang pun wajib mempersiapkan diri agar tidak mabok dalam perjalanan.

Lebih dari tiga jam perjalanan melewati jejeran bukit-bukit di pegunungan Jampang, akhirnya kami tiba di kawasan Geopark Ciletuh. Awalnya kami tidak menyadari bahwa kami telah tiba di kawasan Geopark Ciletuh sebelum akhirnya bertanya kepada penduduk asli sana. Kami pun dibuat kebingungan akan tujuan kami. Apalagi sangat susah mendapatkan sinyal komunikasi untuk mengecek lokasi kami.

Seperti yang kami sebelumnya telah browsing, kami memutuskan untuk menuju Curug Awang. Lokasi curug ini cukup tersembunyi. Hanya ada papan nama kecil yang kurang menarik perhatian. Kami sempat terlewat hingga akhirnya balik lagi menuju Curug Awang.

Curug Awang di Geopark Ciletuh
Dok. Pribadi

Curug Awang menjadi primadona di kawasan Geopark Ciletuh. Curug ini terletak di aliran Sungai Ciletuh yang mengalami penurunan permukaan tanah akibat adanya patahan (tanah yang turun) sehingga mengakibatnya terbentuknya tebing dengan ketinggian mencapai 20 m. Curug Awang memiliki penampungan yang luas. Jika airnya banyak karena habis hujan, air terjun yang terbentuk bisa menutupi hampur seluruh bagian tebing. Di musim kemarau biasanya hanya sisi sebelah kiri yang dialiri air.

Ada tiga air terjun di sepanjang Sungai Ciletuh ini. Selain Curug Awang, ada Curug Tengah dan Curug Puncak Manik. Namun, Curug awang memiliki ketinggian dan penampungan yang lebih besar diantara ketiganya. Aku dan Saifan sempat mengambil foto dari atas Curug Awang. Terhampar pemandangan yang luar biasa, meski agak ketir lantaran takut tiba-tiba sungai meluap. Di depan membentang sawah teras sering dan tebing yang membatasi aliran sungai.

Waktu itu hari selasa sehingga Curug tidak ramai dikunjungi. Bahkan, mungkin awalnya hanya kami berdua yang berkunjung. Tak ada penarikan tiket masuk, atau mungkin karena hari itu tak banyak pengunjung yang datang sehingga tak ada yang menarik uang masuk. Entahlah...

Setelah puas berfoto dari atas Curug Awang, kami menuju ke bawah untuk mendapatkan pemandangan penuh Curug Awang. Jalan yang kami lalui cukup berat. Sebuah kabel baja sebagai pegangan untuk ke bawah sangat membantu karena kemiringan yang hampir 60 derajat. Bahkan jalan menuju ke bawah belum dibuat berundak. Maka akan sangat menyulitkan bila tidak mengenakan alas kaki yang memadai. Saat itu aku mengenakan sandal selop sehingga cukup menyulitkan saat akan naik ke atas, apalagi sandal yang basah dan licin karena percikan air.

Dari bawah kita bisa melihat Curug Awang secara jelas. Percikan air yang tersaput angin membuat udara terasa sejuk meski cuaca saat itu sedang panas. Penampungan air yang kecoklatan membuat tak ada seorang pun yang diizinkan untuk berenang. Tebing-tebing kecoklatan berpadu dengan derasnya debit air membuat Curug Awang tampak begitu indah. Puas menikmati Curug Awang, kami kembali ke atas untuk melaksanakan Sholat Zuhur dan menuju rute berikutnya.
-----

Surga di Bagian Selatan (2)

We have no idea where should we go next!
Satu hal yang pasti, tadi sebelum menuju ke Curug Awang saat melewati jalan besar, tak sengaja mata menangkap pemandangan yang luar biasa. Meski hanya sekilas, namun kesan itu tak hilang. Lembah itu... kesanalah tujuan kami selanjutnya. Sekitar pukul empat sore nanti kami akan dijemput kembali. Maka itu, kami berjalan kaki menuju lokasi yang ingin kami tuju. Sebuah pendopo hijau di kejauhan menjadi titik yang perlu kami tuju. Kami berjalan menyusuri jalan-jalan yang sepi. Perkebunan sawit, kayu, kelapa mendominasi.

Setelah berjalan sekitar satu jam dari Curug Awang, kami tiba di lokasi yang kami tuju. Tak salah memang apa yang kami lihat tadi. Kami berdecak kagum tak henti melihat karunia Tuhan yang luar biasa. Seakan kata tak mampu untuk mengungkap keindahannya.

Lembah hijau itu... Ya, di depan kami terhampar lembah hijau menghampar nan luas. Petak-petak sawah yang berjejer rapi. Bukit-bukit menghijau yang melingkungi sempurna lembah ini. Kilauan biru laut yang berkilat-kilat diterpa sinar matahari. Teluk Ciletuh yang menjadi muara dari sungai-sungai yang berkelok disini. Dikejauhan, tenang Curug-curug mengalir sempurna, putih dari kejauhan. Puncak Dharma yang menjulang menghadap Samudera Hindia. Memang cara terbaik menikmati kawasan Geopark ini adalah dengan membawa motor off road atau jeep. Tetapi, bagiku berjalan kaki lebih dari cukup untuk menikmati itu semua.

Kami berdiri di tepi jurang. Memandangi pesona alam yang tiada duanya. Seakan hanya kedamaian yang terasa. Kami lalu berjalan menyusuri alang-alang. Sebuah batu menjulang persis di tepi jurang. Sore itu, Lembah ini menjadi daya tarik kami. Sebuah surga tersebunyi yang tak banyak orang yang tahu (mungkin sadar). Terima kasih atas karunia-Mu, Ya Rabb. Kami akan menjaga alam Indonesia yang indah ini.

Amphitheater Geopark Ciletuh
Dok. Pribadi
-----

Lanjut ke Bagian 2

Tags :

bm
Created by: Bambang Sutrisno

Lelaki biasa penggiat lingkungan dan kepemudaan. Sedang menumbuhkan arti proses, konsistensi, dan kebermanfaatan dalam hidupnya.

Post a Comment

Connect