Friday, January 22, 2016

Manusia dan Lingkungan : Menciptakan Keseimbangan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan

Tambang Batu Hijau PTNNT
Tambang Batu Hijau PTNNT

Manusia dan Keseimbangan Lingkungan

Lingkungan sangat erat kaitannya dengan keseimbangan yang tercipta di alam. Keseimbangan itu akan menciptakan keharmonisan dalam kehidupan manusia. Lalu, turun temurun hingga ke generasi-generasi berikutnya. Alam dan manusia telah hidup berdampingan saling bermutualisme satu sama lain sejak ratusan abad lalu. Perkembangan jumlah manusia dan peradaban yang terus meningkat dari waktu ke waktu dengan komposisi alam yang tetap menimbulkan permasalahan baru yang kini tengah dihadapi manusia.

Penurunan kualitas alam akibat aktivitas manusia sehingga menyebabkan banyak bencana hingga puncaknya perubahan iklim menjadi fenomena yang hangat diperbincangkan masyarakat global saat ini. Berdasarkan riset terbaru yang dikeluarkan oleh ahi Geokimia dari University of California, Los Angeles menyatakan bahwa usia bumi saat ini adalah sekitar 4,5 Milyar Tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi bumi saat ini sudah cukup tua dan perlu waktu untuk beristirahat untuk mengembalikannya ke kondisi semula.

Waktu kehidupan di bumi yang terus berputar dengan sekitar 7 milyar manusia hidup bergantung padanya membuat bumi kelelahan untuk terus-menerus memenuhi kebutuhan kita. Setiap detiknya manusia terus mengekplorasi kekayaan yang ada di bumi untuk bertahan hidup. Kekayaan hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan, bukit-bukit yang menyimpan kekayaan mineral, pasir, emas, minyak bumi, gas alam, dsb. Hingga perut bumi yang terus digali untuk diambil minyak dan gasnya. Suka atau tidak suka suatu saat akan tiba saatnya bumi yang kita tempati ini sudah tidak mampu lagi menjadi penopang bagi kebutuhan manusia di bumi.

Sudah saatnya kita sebagai manusia di bumi mulai bebenah memikirkan kelangsungan kehidupan kita di bumi. Menciptakan keseimbangan lingkungan yang selama ini sering terabaikan. Mengembalikan fungsi alam ke keadaan semula. Mungkin generasi-generasi anak cucu kita mendatang yang akan merasakan krisis kekacauan akibat semakin langkanya sumber daya di bumi. Setidaknya kita, manusia yang hidup saat ini bisa mulai melakukan upaya untuk meminimalisir kerusakan sebelum kerusakan alam yang lebih parah terjadi di bumi ini.

Aktivitas Pertambangan dan Kerusakan Lingkungan

Aktivitas pembangunan seringkali menyebabkan kerusakan lingkungan yang menurunkan kualitas lingkungan. Aktivitas manusia seperti pembukaan lahan di hutan untuk pertanian dan pemukiman, aktivitas pertambangan menjadi penyebab adanya kerusakan lingkungan. Akibat  dari aktivitas ini meliputi kondisi fisik, kimia dan biologis tanah yang menjadi buruk, pencemaran oleh logam-logam berat pada lahan bekas tambang, serta penurunan populasi mikroba tanah.

Upaya pelestarian lingkungan agar tidak terjadi kerusakan lebih lanjut perlu dilakukan. Upaya tersebut dengan cara merehabilitasi lingkungan yang rusak. Dengan rehabilitasi tersebut diharapkan akan mampu memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat pulih, mendekati atau bahkan lebih baik dibandingkan kondisi semula.

Aktivitas pertambangan telah berlangsung sejak lama. Dalam kurun waktu sekitar 50 tahun, prinsip dasar pengolahan pertambangan relatif tidak ada yang berubah, hanya skala kegiatannya saja yang lebih besar. Adanya mekanisasi peralatan pertambangan menyebabkan skala pertambangan menjadi semakin besar. Apalagi, perkembangan teknologi pengolahan yang semakin pesat menyebabkan aktivitas pertambangan bisa mencapai lapisan bumi jauh di bawah permukaan. Hal ini tentu menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar. Aktivitas ini berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas air dan permukaan tanah.

Pembangunan yang berwawasan lingkungan menjadi kebutuhan penting  demi terciptanya kelestarian sumberdaya alam. Oleh karena itu, sumber daya alam perlu kita jaga untuk kita saat ini dan generasi mendatang. Adanya aktivitas pertambangan ini perlu dilakukan upaya-upaya untuk menjaga keseimbangan lingkungan sehingga tidak terpengaruh akibat adanya aktivitas pertambangan. Selain itu juga untuk mengembalikan kondisi lingkungan seperti sedia kala. Bagaimana upaya-upaya menjaga keseimbangan lingkungan akibat aktivitas pertambangan dilakukan? Bapaimana upaya rehabilitasi agar dampak dan kerusakan lingkungan yang terjadi pasca pertambangan menjadi sangat kecil?

Mengembalikan Kondisi Lingkungan Bekas Tambang

Rehabilitasi di lokasi pertambangan dilakukan sebagai langkah akhir dari aktivitas pertambangan. Hal ini bertujuan untuk penataan lingkungan yang berkelanjutan. Salah satu kegiatan pasca tambang, yaitu reklamasi. Reklamasi merupakan upaya mengembalikan kondisi lingkungan daerah bekas tambang agar berfungsi seperti sedia kala. Program reklamasi tidak berarti akan mengembalikan 100% sesuai kondisi awal, minimal lahan bekas memiliki fungsi yang bisa digunakan oleh masyarakat.

Lahan yang tidak digunakan pasca tambang biasanya dikembalikan fungsinya sesuai kondisi awal atau kondisi lain yang disepakati. Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam yang stabil terhadap erosi. Selain itu juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya.

Secara umum hal-hal yang harus diperhatikan dan dilakukan dalam merehabilitasi atau mereklamasi lahan bekas tambang yaitu dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambangan, proses rekonstruksi tanah, revegetasi ekosistem, melakukan pencegahan air asam tambang, melakukan pengaturan drainase, dan program tataguna lahan pasca tambang.


Proses Rekonstruksi Tanah


Untuk mengembalikan kondisi kontur tanah sesuai kondisi awal perlu dilakukan rekonstruksi tanah. Pada kegiatan ini, lahan yang masih belum rata harus terlebih dahulu ditata dengan penimbunan kembali (back filling) dengan memperhatikan jenis dan asal bahan urugan, ketebalan, dan ada tidaknya sistem aliran air (drainase) yang kemungkinan terganggu. Pengembalian bahan galian ke asalnya diupayakan mendekati keadaan aslinya. Ketebalan penutupan tanah (sub-soil) berkisar 70-120 cm yang dilanjutkan dengan re-distribusi tanah pucuk. Lereng akibat bekas tambang dibaut bentuk teras, selain untuk menjaga kestabilan lereng, diperuntukan juga bagi penempatan tanaman revegetasi.


Proses Rekonstruksi Tanah Bekas tambang
skema rekonstruksi tanah bekas tambang



Revegetasi Ekosistem

Upaya revegetasi dilakukan dengan penanaman kembali tanaman lokal yang mampu beradaptasi dengan iklim setempat. Selain itu, perlu dilakukan pemilihan spesies yang cocok dengan kondisi setempat, terutama untuk jenis-jenis yang cepat tumbuh, misalnya sengon, yang telah terbukti adaptif untuk tambang. Dengan dilakukannya penanaman sengon minimal dapat mengubah iklim mikro pada lahan bekas tambang tersebut. Untuk menunjang keberhasilan dalam merestorasi lahan bekas tambang, maka dilakukan langkah-langkah seperti perbaikan lahan pra-tanam, pemilihan spesies yang cocok, dan penggunaan pupuk.

proses revegetasi lahan bekas tambang (Halmahera, Maluku Utara)
Upaya mengevaluasi tingkat keberhasilan dari program revegetasi ini dapat ditentukan dari daya tumbuh, tutupan tajuknya, pertumbuhan tanamannya, pertumbuhan akar, adanya penambahan spesies pada lahan tersebut, adanya peningkatan humus, efektifitas terhadap erosi, dan fungsinya sebagai filter di alam. Cara-cara tersebut menjadi tolak ukur keberhasilan program revegetasi dari lahan bekas tambang.


Melakukan Penanganan Air Asam Tambang

Pembentukan air asam sering terjadi pada daerah penambangan. Namun, hal ini bisa dicegah dengan melakukan upaya menghindari bahan Sulfida terpapar udara bebas. Pencegahan dilakukan dengan melokalisir danya sebaran mineral sulfida sebagai bahan yang berpotensial membentuk air asam dan menghindari agar tidak terpapar pada udara bebas. Sebaran sulfida kita tutup dengan bahan yang bersifat impermeable seperti lempung. Kita juga menghindari terjadinya proses pelarutan, baik oleh air permukaan maupun air tanah.

Proses produksi air asam angat sulit untuk dihentikan, tetapi dapat kita cegah dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Air asam yang terbentuk diolah pada instalasi pengolahan untuk menghasilkan air yang aman untuk dibuang ke dalam badan air. Penanganan ini dapat juga kita lakukan dengan menggunakan bahan penetral seperti batugamping, yaitu dengan cara air asam dialirkan melewati batu gamping tersebut untuk menurunkan tingkat keasaman.

Melakukan Pengaturan Drainase

Adanya drainase pada kawasan bekas tambang harus dikelola secara intensif untuk menghindari adanya efek pelarutan sulfida logam dan juga bencana banjir yang ditimbulkan akan sangat berbahaya yaitu dapat menyebabkan rusak atau jebolnya bendungan yang berfungsi sebagai penampung tailing serta infrastruktur-infrastruktur lainnya. Kapasitas dari drainase harus diperhitungkan sesuai kondisi iklim jangka panjang, kondisi curah hujan maksimum, serta kondisi banjir besar yang mungkin terjadi dalam kurun waktu tertentu.

Arah aliran yang tidak dapat dihindari harus melewati bahan sufida loga dan perlu danya pelapisan pada badan alur saluran drainase dengan menggunakan bahan yang impermeabel. Hal ini bertujuan untuk menghindari adana pelarutan sulfida logam yang berpotensi menghasilkan air asam tambang.

Program Tataguna Lahan Pasca Tambang

Lahan bekas tambang peruntukkan tidak selalu dikembalikan speerti semula. Hal ini sangat bergantung pada ketentuan tata guna lahan di wilayah tersebut. Pekembangan di suatu wilayah mungkin menghendaki adanya ketersediaan lahan baru yang dapat dipergunakan untuk pengembangan kawasan pemukiman atau kota. Sebagai salah satu contoh adalah lahan bekas tambang Bauksit yang telah diperuntukkan bagi pengembangan kota Tanjungpinang. Proses pemilihan spesies untuk revegetasi ekosistem berkaitan juga dengan program tataguna lahan pasca tambang.

pengalihan fungsi lahan bekas tambang untuk pemukiman
pengalihan fungsi lahan bekas tambang untuk pemukiman

Penutup

Aktivitas manusia pada lingkungan pada akhirnya perlu memperhatikan alam sebagai penjaga keseimbangan dan juga penyedia sumber daya alam agar manusia dan alam bisa hidup berdampingan secara mutualisme tanpa saling melukai satu sama lain. Seperti dalam hal aktivitas pertambangan, manusia perlu mengupayakan program-program yang mampu mengembalikan fungsi alam seperti sedia kala agar tetap tercipta kondisi kehidupan yang harmonis.


Referensi :

Arif, I., 2007. Perencanaan Tambang Total Sebagai Upaya Penyelesaian Persoalan Lingkungan Dunia Pertambangan, Universitas Sam Ratulangi, Manado
KPP Konservasi, 2006. Ensiklopedi Bahan Galian Indonesia, Seri Batugamping, Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung.
Rahmawaty, 2002. Restorasi Lahan Bekas Tambang berdasarkan Kaidah Ekologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Widhiyatna, D., Pohan, M.P., Putra, C., 2006. Inventarisasi Bahan Galian Pada Wilayah Bekas Tambang di Daerah Belitung, Babel,  Pusat Sumber Daya Geologi, Bandung
www.ptnnt.co.id

Tags :

bm
Created by: Bambang Sutrisno

Lelaki biasa penggiat lingkungan dan kepemudaan. Sedang menumbuhkan arti proses, konsistensi, dan kebermanfaatan dalam hidupnya.

Post a Comment

Connect