Pawai Bebas Plastik 2020 : Pawai Kolaborasi Tolak Plastik Sekali Pakai
Pawai Bebas Plastik 2020 baru saja usai. Akhir pekan kemarin, 25-26 Juli 2020 menjadi perayaan puncak Kolaborasi Pawai Bebas Plastik 2020 yang digelar secara daring. Setidaknya ada sekitar 117 komunitas yang mendukung dan berkolaborasi dalam kegiatan ini.
Ada 3 tuntutan yang diajukan yaitu : (1) Mendorong pemerintah untuk melarang penggunaan plastik
sekali pakai; (2) Mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem tata
kelola sampah; dan (3) Mendorong produsen dan pelaku usaha untuk
bertanggung jawab atas sampah pasca konsumsi.
Awal Juli tahun ini ditandai dengan selebrasi bahwa Pemerintah Provisi DKI Jakarta siap untuk menerapkan aturan penggunaan plastik ramah lingkungan yang berlaku di lingkungan DKI Jakarta ditandadi dengan Pergub no. 142 Tahun 2019 tentang penggunaan kantong belanja ramah lingkungan. Sebelumnya, Bali merupakan provinsi pertama yang menerapkan aturan ini. Beberapa kota di Indonesia pun telah menerapkan aturan serupa seperti Banjarmasin, Bogor, dan Depok.
Meskipun aturan pelarangan penggunaan plastik sekali pakai kian meluas, nyatanya penggunaan plastik sekali pakai di masyarakat masih tergolong tinggi. Aturan yang ada masih sebatas tertuju pada kalangan retail saja, belum menjangkau ke kalangan masyarakat yang lebih luas.
Sesi Zerowaste from Home |
Saya sendiri terlibat dalam dua hari kegiatan puncak Pawai Bebas Plastik 2020 kemarin. Mewakili Teens Go Green Indonesia dan Griny Indonesia, saya berusaha terlibat secara penuh di kedua hari tersebut.
Hari pertama, saya menjadi penanggap dalam sesi Zerowaste from Home bersama beberapa pembicara. Sesi ini membicarakan mengenai kegiatan zerowaste yang bisa dilakukan dari rumah. Menghadirkan pembicara Mbak Denia dari Cleanomic, Mbak Rere dari Zona Bening Malang, Mbak Dila Hadju dari TumbuhHijauUrban dan Mbak Andhini dari Zerowaste Indonesia sebagai moderator.
Dari sesi ini, ketiga pembicara memaparkan kegiatannya dalam menerapkan gaya hidup minim sampah atau zerowaste dar rumahnya masing-masing. Mbak Denia menunjukkan wadah komposting yang biasa ia pakai untuk membuat kompost. Terlihat bersih dan sepertinya jauh dari kata bau. Ia menunjukkan bagian depan rumahnya yang dipenuhi beragam tanaman dan dipupuk dari kompos yang dihasilkan. Satu hal yang menarik adalah adanya wadah air hujan yang dipakai untuk kebutuhan menyiram tanaman.
Mbak Rere dari Zona Bening pun menunjukkan hal yang tak jauh berbeda dengan Mbak Denia. Wadah komposting dan tanaman yang tumbuh subur dari kompos rumah tangga. Mbak Dilla Hadju sebagai konsultan urban memaparkan bagaimana ia berusaha menjadikan rumahnya sebagai media pembelajaran bagi anak-anaknya. Salah satu yang menarik adalah adanya label tong sampah yang berbeda-beda menurut jenisnya untuk dipilah.
Saya sendiri mewakili Teens Go Green memaparkan hasil dari Tantangan 7 Hari Tanpa Plastik yang baru saja dijalankan Teens Go Green. Saya mencoba merangkum berdasarkan sudut pandang anak muda dalam menerapkan gaya hidup minim sampah yang akan saya bahas terpisah.
Melihat apa yang dilakukan para pembicara, sejujurnya saya agar gregetan dengan diri saya sendiri dan berharap bisa mengikut jejak mereka. Apalagi sebagai seorang yang memang memahami lebih dalam dalam teknik lingkungan. Rasanya malu bila ilmu yang dipunya hanya sebatas teori belaka.
Hari kedua dalam acara Puncak Pawai Bebas Plastik.
Kali ini saya membantu dari balik layar. Literally dari balik layar. Saya menjadi PIC dalam beberapa sesi untuk briefing pembicara dalam sesi breakout room untuk mengecek teknis terutama video dan audio pembicara.
Sejak awal kegiatan dilangsungkan secara virtual. Koordinasi, komunikasi, perintah dan arahan semua dilangsungkan secara virtual. Berkat teknologi yang semakin berkembang rasanya tak ada hambatan sama sekali.
Jika boleh menggambarkan apa yang terjadi di balik layar selama dua hari itu adalah Epic! Setiap detik notifikasi pesan WA menghantui berharap live streaming di youtube berjalan lancar. Tak perlu tahu apa yang terjadi di belakang itu.
Meski belum pernah bertemu sekalipun, rasanya seperti tim kerja yang sudah kenal lama sekali.
Saya merasa seperti kembali menemukan semangat untuk tidak berhenti disini. Semangat untuk terus bergerak. Mungkin itulah yang selama ini saya cari, mencari teman-teman yang satu visi untuk bergerak bersama. Saat ini, bukan berarti sudah ada, namun rasanya seperti ada hal yang hilang. Ketika kita bisa bergerak lebih cepat dengan berlari bersama-sama, bukan sekedar menunggu dan menunggu ada yang mengulurkan tangan untuk mengajak.
Akhir kata, perubahan itu kita yang mulai. Jangan ragu untuk memulai perubahan dari diri kita meskipun sesuatu yang kecil!
Salam,
@bamsutris
Tags : Features Pemuda Relawan Teknik Lingkungan Untuk Indonesia
Post a Comment