Monday, April 25, 2016

Catatan Perjalanan ke Ciwaluh : Menjauh dari Peradaban, Mendekat ke Alam

Salah satu sudut kp. Ciwaluh dengan padinya yang menghijau
Ada keraguan sebenarnya ketika mulai melangkahkan kaki untuk berangkat pagi tadi. Seharusnya, sudah sejak pagi-pagi sekali aku memulainya sesuai yang telah kurencanakan, tetapi dibatalkan karena teman perjalanan yang tiba-tiba membatalkan diri untuk berangkat.

Dengan sedikit keyakinan itu, akhirnya aku pun memulai langkahku. Kucoba mengajak teman lain untuk menemani perjalanan. Pagi itu, sekitar pukul 11.00 WIB kami mulai perjalanan yang cukup singkat. Aku menyebutnya: Menjauh dari Peradaban, Mendekat ke Alam.
---

Kampung Ciwaluh

Tempat yang kami tuju adalah Kampung Ciwaluh, sebuah kampung terakhir yang terletak di lembah hulu Sungai Cisadane dan dikelilingi oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sebenarnya, ini bukan kali pertama aku kesana. Beberapa tahun lalu, aku dan beberapa teman pernah berkunjung dan melakukan kegiatan disana. Tetapi rasanya, kini kondisi kampung yang akan kami tuju telah mengalami banyak perubahan.

Ada rasa rindu yang menyeruak di dada ingin segera tiba disana. Namun, perjuangan mencapai Kampung Ciwaluh menjadi pengalaman tersendiri. Mengapa? Untuk mencapai Kampung Ciwaluh, sebelum kampung terakhir kita harus berjalan kaki, atau menggunakan kendaraan beroda dua. Itulah mengapa bila kegiatan, bis yang kita naiki biasanya hanya akan mengantar hingga kampung sebelumnya.

Memasuki Kampung Ciwaluh, imajiku berputar seakan menyaksikan Lembah Lahambay yang tergambar jelas di Novel Bidadari Surga-nya Tere Liye. Suasana tenang nan teduh sebuah kampung, diselingi deru air sungai mengalir jernih yang membuat pikiran tenang. Hijaunya padi dan pohon-pohon tinggi taman nasional sempurna melingkupi kampong ini membuatnya kian spesial.
---

Kumis Kucing dan Kopi Ciwaluh

Kampung yang memiliki kurang lebih 500 KK ini sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup dari pertanian. Padi menjadi komoditas utama yang biasanya digunakan warga untuk makanan pokok di rumah, sedangkan untuk penghasilan tambahan warga menanam kumis kucing dan kopi yang dijual ke pengepul. Kumis kucing Ciwaluh merupakan produk kumis kucing organik karena tanpa tambahan pupuk kimia dalam pemeliharaannya.

Kopi Ciwaluh menjadi salah satu komoditas warga yang cukup maju. Melalui pendampingan beberapa NGO, produk Kopi Cisadane (Kopi dari Ciwaluh) dipasarkan. Kopi Ciwaluh juga dijadikan sebagai objek wisata edukasi oleh pemuda setempat untuk belajar lebih lanjut mengenai proses pembuatan kopi Cisadane.
---

SPBU

Sejak sekitar tahun 2010, RMI, sebuah NGO yang fokus pada isu hutan dan masyarakat adat menjadi pendamping bagi pemuda di Kampung Ciwaluh. Pemuda disana memiliki potensi yang luar sehingga mereka mendirikan sebuah perkumpulan SPBU(Sapta Panca Buana).

Pendampingan RMI saat ini kepada SPBU melalui pendidikan lingkungan untuk mengembangkan potensi ekowisata yang ada di Kampung Ciwaluh. Saat ini, beberapa paket ekowisata yang ditawarkan meliputi wisata air, wisata kopi dan wisata social masyarakat.
---

Menjauh dari Peradaban, Mendekat ke Alam

Seperti judul awal ketika tulisan ini dibuat, sebenarnya aku pergi kesana sengaja ingin menjauh dari peradaban. Mengapa? Disanalah aku merasakan ketenangan karena jauh dari hirup pikuk kota. Hidup jauh dari peradaban dunia modern membuat kita belajar untuk menjadi manusia seutuhnya, meski terkadang kita sudah sangat nyaman dengan kehidupan dunia modern.

Dua hari itu, aku merasa sangat damai dengan alam. Gangguan notifikasi dari layar smartphone yang biasanya memecah konsentrasiku kini tiada. Tak jauh dari tempat menginap, sungai Cisadane mengalir deras. Suaranya menderu membuat hati seolah sedang berada di alam.

Pada kunjungan itu juga, kami melakukan trekking ke Curug CiawiTali. Ada beberapa Curug yang berada di Kampung Ciwaluh, beberapa yang terkenal adalah Curug CiawiTali dan Curug Cisadane. Menuju ke Curug, kita akan melewati deretan hijau sawah yang tumbuh subur di DAS Cisadane dikelilingi oleh hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Sabtu dan Minggu terasa begitu cepat berlalu. Disana, ketika jauh dari hingar bingar keramaian kota, waktu seakan berhenti. Aku seperti bisa merasakan detik yang berjalan lambat bersama aliran air Cisadane. Mengalir deras menjernihkan pikiran yang ruwet karena beragam permasalahan.

Bagiku, Kampung Ciwaluh dengan Cisadane nya selalu menjadi tempat yang tak terlupakan. Untuk sekedar menjauh dari peradaban, ataupun mendekat ke alam.

We are very happy... Let's hangout!

----
Catatan perjalanan ke Ke Kp. Ciwaluh untuk mengikuti evaluasi Teens Go Green. Catatan lama yang lupa untuk dipublikasikan.

Tags :

bm
Created by: Bambang Sutrisno

Lelaki biasa penggiat lingkungan dan kepemudaan. Sedang menumbuhkan arti proses, konsistensi, dan kebermanfaatan dalam hidupnya.

Post a Comment

Connect