Saturday, February 6, 2016

Akhir Episode tentang Kita

Kita
"Payungnya masukin ke dalem tas sih, Mas..."

Katanya sembari tersenyum melihat sebuah payung menyembul dari saku samping tas ransel ku.

Aku tersenyum heran, "Kenapa?"

Aku pura-pura tak menyadari. Mungkin ia ingin menyembunyikan rasa malu ku.

Apa ada yang salah bila seorang pria membawa payung sebagai persiapan jika hujan tiba-tiba turun? Mungkin ini kebiasaanku yang lain daripada yang lain. Jika berjalan agak jauh, ada banyak hal yang harus aku persiapkan. Tak bisa asal berangkat sesuai kemauan.

Well prepared. Aku membiasakan diri untuk siap sebelum memulai. Persiapan yang kadang membuatku ketinggalan. Seperti apa yang kualami belakangan ini.
-----

Takkan pernah ada yang tahu, ketika aku sibuk mempersiapkan segalanya untuk menyambut dia dalam kehidupanku, lalu tiba-tiba kabar mengejutkan itu datang bak meteor yang memporak-porandakan seluruh isi kota. Hatiku luluh lantak seketika. Berhari-hari bahkan tak bisa kupenjamkan mata. Hingga akhirnya aku sadar bahwa semua ini telah digariskan oleh-Nya.

Kita mungkin tak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan. Hiduplah apa adanya. Melihat segala sesuatu dengan meyakini bahwa dibalik itu semua akan ada mentari yang bersinar cerah.


Maka siang itu, di acara sakral yang membahagiakan baginya seumur hidup, aku datang dengan senyuman yang kutahan, karena sejatinya hatiku merintih. Ikhlas kucoba lantunkan do'a untuknya yang tengah dirundung bahagia. Kupeluk suaminya dengan penuh erat sembari menahan air mata yang mulai tak terbendung. Aku hanya berlalu sebentar. Tak sempat berfoto atau bertanya banyak hal.

"Bapak lupa, nak siapa ya? Seperti ingat." Bapaknya seperti mengenali wajahku, tetapi lupa siapa namaku.

"Saya Mas, Pak". Sayangnya perkataanku teralihkan oleh barisan lain yang mengalihkan.

Kusalami sang ibu seperti ibundaku sendiri. Ia mengucapkan terima kasih karena aku sudah hadir. Aku hanya bisa membalas senyum. Tak sanggup berkata apapun.
-----

Detik seakan berhenti saat itu. Terasa begitu lama. Aku ingin segera pergi meninggalkan tempat ini, tetapi teman-temanku menahannya. Bercengkerama dengan mereka sebentar. Menunggu akhirnya giliran untuk berfoto bersama.

Detik tak pernah melangkah mundur. Mungkin kita yang terpisah jauh karena keterjedaan yang kita buat sendiri. Maka hari itu, sepanjang perjalanan menuju Kota B aku berusaha menguatkan diri. Ada banyak rencana hari esok yang perlu kupersiapkan.

Sepotong episode yang segera berakhir. Meski beberapa tahun lalu, terlihat lebih indah dari lainnya. Aku harus menutupnya dengan hati lapang. Menatap dengan lebih tegar.

Mungkin ini jalan kita. Terima kasih untuk kisah indah persahabatan yang pernah kita bersamai.

-----

Catatan : Kisah ini mungkin hanya fiktif dan rekaan dari penulis saja. Abaikan bila ada kesamaan cerita ataupun tokoh. :)

Tags :

bm
Created by: Bambang Sutrisno

Lelaki biasa penggiat lingkungan dan kepemudaan. Sedang menumbuhkan arti proses, konsistensi, dan kebermanfaatan dalam hidupnya.

Post a Comment

Connect