Thursday, March 31, 2016

Catatan Community Leaders Training : Ayamin Plus (Day 3)


Peserta Ayameen Plus Batch 1
Peserta Ayameen Plus Batch 1

Menjadi seorang social entrepreneur tidak hanya fokus pada uang semata, tetapi bagaimana menjadikan diri kita penuh manfaat sebagai solusi bagi permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Sebagai changemaker, kita harus mau turun langsung ke masyarakat yang kita bina, menanggalkan titel kita dan senantiasa merendah tanpa kesombongan hanya karena kita memiliki pendidikan yang lebih tinggi di masyarakat.

Program pembinaan Ayameen Plus yang berlangsung selama tiga hari hanyalah sebagai permulaan. Disana kami belajar banyak hal untuk memulai niat baru bahwasanya belajar dan tanggung jawab untuk memajukan bangsa ada di tangan kita, anak muda. Generasi yang kelak akan memimpin bangsa ini di tahun-tahun mendatang. Bayangkan berapa permasalahan bangsa yang akan teratasi bila banyak anak muda yang fokus mengembangan social entrepreneur. Bisa jadi, di masa mendatang, kita tak lagi menemui permasalahan sosial untuk diselesaikan, tetapi lebih ke bagaimana meningkatkan keharmonisan dan kualitas kehidupan kita sebagai bangsa yang maju.

Hari ketiga pelatihan Ayameen plus bisa dibilang sebagai saat yang penuh pembelajaran. Kami, dua puluh dua peserta pelatihan Ayameen plus batch 1 merasa akhir dari pelatihan adalah awal bagi kami untuk memulai. Awal bagi kami untuk menemukan permasalahan di masyarakat yang membutuhkan uluran-uluran tangan kami untuk di selesaikan.

Maka, sebelum saya bercerita mengenai apa saja pembelajaran yang kami dapatkan di hari ketiga ini, izinkan saya untuk mengucapkan terima kasih kepada Muayed, trainer dari Ghadan Institute; Mas Reza dan Ammar, sang mentor yang sudah menemani selama pelatihan dan juga tim dari Wafaa Indonesia, Mbak Nida dkk. Meski setelah ini, Mas Reza dan Ammar masih harus mendampingi kami untuk mentorship dan coaching, tetapi dengan berakhirnya pelatihan mungkin komunikasi yang akan terjalin akan kurang efektif nantinya.

Baiklah, saatnya berbagi pengalaman pembelajaran apa saja yang kami dapatkan pada Ayameen Plus hari ketiga. Di hari ketiga sebenarnya kami lebih fokus pada bagaimana menajamkan isu yang akan kami angkat untuk kami selesaikan sebagai suatu solusi untuk masyarakat. Meskipun terlihat lebih serius dibanding hari-hari sebelumnya, di hari ketiga juga beberapa games mengisi selingan sebagai bahan pembelajaran.

Day 3:

Pastikan Projectmu Sesuai dengan Kebutuhan Masyarakat

Sesi pertama di hari ketiga kami mulai dengan games Balls dan Holes. Kami dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok diberikan sebuah kain yang berisi lima lubang dengan lima warna penanda di tiap lubangnya dan lima buah bola juga dengan lima warna berbeda. Tugas kami adalah bagaimana memasukkan setiap bola tersebut sesuai dengan warnanya masing-masing. Bila ada bola masuk ke lubang yang tidak sesuai dengan warnanya, maka permainan akan diulang. Kami memulai dari satu bola, kemudian dua bola, hingga lima bola.

Apa yang kami pelajari dari permainan ini? Andaikan bola sebagai solusi dari permasalahan yang kita bawa atau project yang akan kita implementasikan dan lubang sebagai masyarakat target yang kita tuju, maka kita harus cermat dan teliti bahwa tidak semua solusi yang kita tawarkan untuk suatu masyarakat bisa diterapkan di masyarakat lainnya. Bila hal ini terjadi, mungkin kita bukan hanya tidak menyelesaikan permasalahan yang terjadi, tetapi merusak kerja keras yang telah dibangun selama ini.

Untuk menyelesaikan permasalahan dalam masyarakat, kita memulainya dari skala kecil terlebih dahulu, terfokus sebagai pilot project yang akan kita bawa. Bila berhasil, maka kita akan mengekspansi ke wilayah lainnya. Inilah ang harus kita lakukan saat bekerja dengan masyarakat nantinya.

Sebagai seorang community leaders, kita harus mampu membuka komunikasi dua arah dengan masyarakat, menanyakan permasalahan dan menawarkan solusi sesuai dengan kebutuhan mereka, bukan tiba-tiba datang dengan beragam project yang bahkan masyarakat sendiri belum tentu membutuhkannya.

Why and Why you do this?

Setelah sesi awal games balls and holes, tetap di kelompok yang sama kami sharing mengenai Tree of problem yang sudah kami buat di hari sebelumnya. Masing-masing orang diberikan waktu lima menit untuk sharing secara singkat, lalu yang lain memberikan feedback berupa pertanyaan why and why tanpa perlu dijawab.

Pada sesi why and why ini kami ditantang untuk menguatkan azzam kami bahwa apa yang akan kami lakukan untuk masyarakat yang kami tuju sudah tepat dan sesuai. Output dari sesi ini adalah keyakinan pada diri kami bahwa apa yang kami lakukan memang dibutuhkan oleh masyarakat.

Create your Action and Get Feedback

Setelah sharing, kami diminta menuliskan project kami tersebut didalam form Action plan yang diadopsi dari Ashoka Youth Venture. Kami mencoba mengidentifikasi project kami masing-masing mulai dari problem, stakeholder yang terlibat, tempat, harapan, asumsi yan berkembang dimasyarakat, hingga apa yang akan terjadi bila project yang kami jalankan berhasil ataupun tidak berhasil. Kertas tersebut diputar bergilir ke teman sekelompok kami untuk mendapatkan feedback tambahan terkait dengan project kami masing-masing.

Passion + Issue + Sustain

Sesi ini bisa dibilang sebagai lompatan kembali ke dasar untuk memastikan bahwa apa yang telah rencanakan di sesi-sesi sebelumnya sesuai dan memang tepat untuk kami jalani.

Passion yaitu sesuatu yang membuat kita tertarik untuk menjalankan atau melakukannya, dimana diri kita akan merasa exciting ketika melakukan sesuatu yang sesuai dengan passion yang kita miliki. Issue adalah permasalahan di masyarakat yang akan kita angkat untuk dicarikan solusinya. Sedangkan sustain adalah keberlanjutan dari apa yang telah kita buat agar memiliki dampak yang siginifikan.

Mengapa ketiga hal ini diperlukan? Sebelumnya kami diminta untuk menuliskan passion kami masing-masing. Mencatat daftar semua passion yang kami miliki. Setelah itu, kami mencatat daftar permasalahan yang terjadi di masyarakat. Nah, hubungan keduanya adalah kami diminta mengaitkan antara passion dan permasalahan yang ada. “Sesuatu yang dilakukan dengan passion hasilnya akan maksimal” Begitulah kata Muayed. Kami diminta untuk memastikan bahwa project yang telah kami rancang sebelumnya sesuai dengan passion kami masing-masing.

Selain passion dan issue, kami juga diminta untuk memikirkan bagaimana agar project yang kami buat memiliki keberlanjutan di masyarakat. Mekanisme keberlanjutan mungkin yang sering terlupakan saat kita sedang merancang suatu project.

Are you S.M.A.R.T?

Sesi setelahnya, kami diajarkan untuk lebih cermat dalam merancan project yang akan kami kerjakan. Prinsip S.M.A.R.T menjadi jurus ampuh yang harus kami pastikan ada dalam project yang akan kami jalankan. Apa saja prinsip S.M.A.R.T tersebut?

Specific : Project harus spefisik tujuan, target dan sasarnnya

Measureable : Project yang akan dijalankan harus terukur

Achieveable : Apa yang akan dilakukan untuk mencapai target sesuai dengan project yang dijalankan

Realistic : Harus disesuaikan dengan kondisi yang ada

Time : Waktu pelaksanaannya jelas kapan dimulai dan kapan berakhir

Six Hats : The 6 Way of Thinking

Pada sesi ini, kami belajar konsep The 6 Way of Thinking. Konsep ini menerapkan beragam pola pikir sesuai dengan keadaan yang mungkin terjadi. Kami dibuat kelompok dengan masing-masing 3 orang tiap kelompok. Selanjutnya, tiap orang akan memberikan gambaran mengenai project yang akan dijalankannya berdasarkan prinsip S.M.A.R.T, kemudian dua anggota kelompok lainnya akan bertanya atau mengungkapkan pendapat mengenai project yang telah diceritakan berdasarkan konsep the 6 Way of Thinking. Bergantian hingga semua topi telah dipakai.

The 6 Way of Thinking mengajarkan kita untuk lebih kritis dan juga sebagai feedback bagi project yang akan dijalankan oleh kita nantinya. Ada 6 buah topi yang mengambarkan kondisi pemakainya, yakni :

1.      Topi Merah : Lebih ke emosional

2.      Topi Abu-abu : Pemikirannya yang logis

3.      Topi hijau : berdasarkan imajinasi

4.      Topi Biru : Membangun jaringan

5.      Topi Kuning : Upaya mempertahankan ide

6.      Topi Ungu : Mencari celah kelemahan

Concepting your Project

Sesi ini merupakan sesi terakhir pada pelatihan Ayameen Plus. Kami diberikan guidelines project dari Ashoka Youth Venture yang berisi Input, output, outcomes and assumptions. Pada bagian input berisi sumber daya yang kami miliki untuk melaksanakan project. Output berisi aktivitas dan produk yang kami hasilkan, sedangkan outcomes lebih kepada campak yang kami hasilkan dari project yang kami jalankan.
-----

Pada akhirnya, waktu akan berlalu. Yang tersisa hanya kenangan dan ilmu yang kita dapatkan dari prosesnya. Di akhir sesi sebelum kami berpisah, kami duduk dalam satu lingkaran. Muayed memimpin kami untuk memejamkan mata sejenak. Setelah itu, kami diminta untuk mengucapkan apa yang akan kami lakukan sepuluh tahun mendatang?

What will you be in the future?


Ps: Semoga catatan ini bisa menjadi bahan pembelajaran bagi kita semua.


Baca catatan sebelumnya:
Catatan Ayamin Plus Day 1
Catatan Ayamin Plus Day 2


Wednesday, March 30, 2016

Self Learning : Kisah di Balik Layar

Yang terlupakan di balik layar

Di balik sebuah film yang memukau mata kita saat menontonnya, ada seorang sutradara yang dengan tekunnya mengarahkan adegan demi adegan dalam film. Kita tak akan pernah tahu siapa sutradara yang berhasil membuat film tersebut terasa begitu hidup atau bahkan dapat kita rasakan kehadirannya dalam kehidupan kita. Hanya namanya saja yang tampil beberapa kali dalam kredit. Kita tak pernah tahu bagaimana rupa sang sutradara, kecuali kita sendiri yang mencari tahu.

Ada beragam kisah dibalik layar. Meski tak semua heroik dan mengharukan. Kita pun kadang pernah mengalami menjadi orang di balik layar, bahkan terlupakan dari dunia. Menganggap bahwa keberadaan kita tak pernah ada, meski banyak hal yang telah kita perbuat. Kita lebih memilih untuk berkarya dalam diam, bukan menunjukkan keeksitensian diri kita karena kita ingin dipuji.

Kisah dibalik layar mengajarkan kita untuk memupuk ikhlas lebih dalam.
Kadang, apa yang telah kita korbankan tak selalu mendapat apresiasi sesuai yang kita harapkan. Biarlah ia hilang bersama kebaikan yang telah kita lakukan. Seperti apresiasi manusia yang fana dan sesaat. Maka, cukuplah Ia yang memberikan apresiasi terbaik untuk usaha-usaha terbaik yang telah kita lakukan.
Kisah dibalik layar mengajarkan kita untuk terus bergerak dan berjuang.
Kadang, apa yang kita kerjakan tak selalu diberikan tepuk tangan meriah. Meski kadang orang akan melihat siapa yang lebih berani untuk menunjukkannya. Bagi kita orang-orang dibalik layar, cukuplah tepuk tangan meriah atas karya kita hadir dari mereka yang memang tulus mengenal kita apa adanya.
Jangan pernah ragu untuk menjadi bagian dari balik layar. Karena disitulah kebahagiaan yang hakiki kelak akan kau dapatkan, meski bukan dengan jabat tangan erat disertai ucapan selamat dan bibir tersenyum. Juga bukan dengan tepukan tangan yang meriah membahana memenuhi angkasa.
Cukuplah senyuman takjub dari mereka menjadi pengingat dan syukur bahwa usaha terbaik kita menghadirkan manfaat bagi mereka.
Semoga kita selalu ikhlas untuk menjadi orang-orang di balik layar...


Monday, March 28, 2016

Catatan Community Leaders Training : Ayamin Plus (Day 2)


Community Leaders Training 2016
suasana training

Hari ke-2 kami mulai dari pagi. Beberapa peserta terlambat, termasuk aku. :)
Mari kita mulai review di hari ke-2 yng luar biasa ini.

Knowing your self, You have something unique


Pada sesi pagi kami diminta memilih 2 dari 5 karakter positif, lalu kami dibagi menjadi dua baris dan berdiri berhadapan. Kami diminta untuk menceritakan karakter positif tersebut kepada teman di hadapan kami secara bergantian. Setelah selesai, kami diminta bergeser dan menceritakan kembali.

Dari sesi ini kami belajar untuk bisa mengenal diri kami masing-masing. Sebagai seorang community leaders, kita harus mengenal diri kita masing-masing. Mengetahui potensi yang kita punya.

Our life is full with goodness


Pada sesi ini, kami diminta menggambar river of life kami sejak SMA. Capaian-capain positif yang menurut kami penting menjadi bagian-bagian penting dalam river of life. Sesi ini mengajarkan kita untuk bersyukur terhadap hidup yang kita miliki. Kita sebagai manusia ternyata memiliki banyak hal baik yang kita terima dalam hidup, hanya sedikit hal negative yang hadir di kehidupan kita. Sayangnya, kita selalu melihat bahwa hidup kita masih kurang dari hal-hal baik tersebut. Ketika kita diberikan sebuah kertas putih kebaikan, lalu ditengahnya ada titik kecil kesalahan, kebanyakan kita melihat ke titik kecil tersebut, bukan kebaikan yang melingkupinya.

Kuncinya adalah bersyukur. Kita harus bersyukur atas anugerah kehidupan yang kita miliki. Bahwa banyak capaian yang telah kita capai dalam hidup ini, banyak hal-hal yang tanpa kita sadari adalah anugerah besar dalam hidup kita.

Trust your team to achieve more


Pada sesi ini, kami bermain team tap’s game. Kami dibagi menjadi empat kelompok. Masing-masing kelompok disediakan sebuah kain yang telah dibuat susunan angka 1-60 secara acak dalam pola yang juga acak untuk setiap angka. Tugas kami adalah menyebutkan angka 1-60 secara urut dengan tangan menunjuk ke angka yang dimaksud. Peraturannya yaitu setiap angka hanya boleh disebut oleh satu orang, dan ditunjuk oleh satu orang. Bila dua orang menyebutkan angka yang sama atau menunjuk angka yang sama, maka kelompok tersebut harus mengulang kembali dari awal. Kami memainkan games sebanyak 3 round.

Pada round 3 diberi peraturan tambahan yaitu setiap anggota dalam tim tidak boleh membantu satu sama lain dengan menunjuk atau bersuara. Sebelum memulai, setiap tim diberikan waktu untuk mengatur strategi. Games ini sangat seru untuk melatih kerjasama dalam tim.

Dari Team tap’s game kita belajar untuk memiliki kepercayaan satu sama lain dalam anggota tim kita. Kepercayaan itu perlu kita bangun. Bila tidak ada kepercayaan, maka sangat sulit bagi tim kita untuk berkembang. Selain itu, adanya kemampuan yang berbeda-beda dalam anggota tim membuat bekerja dalam tim menjadi lebih sempurna. Karena dalam kita kita bisa melengkapi satu sama lain.

Be flexible with your community target


Pada sesi ini kami membuat lingkaran besar. Lalu, kami diintruksikan untuk memilih dua orang teman kita (tanpa memberitahukannya). Kita diminta berdiri di tengah-tengah dari dua orang yang kita pilih tersebut, usahakan jaraknya seimbang tanpa lebih dekat ke salah satu pihak. Saat teman yang menjadi target kita bergerak, kita pun harus menyesuaikan jarak kita dengan mereka.

Pada praktiknya, lingkaran yang kita buat terus bergerak kita berdekatan satu sama lain. Kita terus berusaha menjaga jarak yang seimbang dari dua teman yang kita tuju. Disinilah kita belajar sebagai seorang community leaders kita harus fleksibel. Ada kalanya target komunitas yang kita tuju menjauh, bergerak berlawanan arah, tugas kita sebagai community leaders adalah menyesuaikan diri agar sesuai dengan mereka.

Identifikasi isu komunitas
Identifikasi isu komunitas

Identify Issue


Setelah belajar dari permainan, kali ini kami langsung masung ke issue. Kami diminta untuk langsung mengidentifikasi isu yang potensial ingin kami selesaikan dan cari solusinya. Beberapa di antara kami sudah mantap dengan pilihan isu yang akan dibawanya. Sisanya masih meraba-raba isu apa yang akan diangkat. Untuk kami yang belum tahu isu apa yang akan diangkat, kami diminta untuk menggambarkan suatu daerah lalu mengidentifikasi permasalahan apa saja yang terjadi disana.

5 aspect


Setelah mengidentifikasi isu-isu yang ada, kami diminta memilih satu isu yang ingin kami selesaikan. Lalu, kami menganalisis lebih detil isu tersebut dengan 5 hal, sebagai berikut;

1.      Dinamika

Berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada suatu isu, biasanya ditandai dengan pernyataan meningkatnya, menurunnya, dll


2.      Objek

Hal yang berkaitan dengan dinamika, yaitu apa yang mengalami perubahan


3.      Subjek

Pelaku yang mengalami perubahan


4.      Tempat

Dimana perubahan terjadi


5.      Waktu

Kapan terjadinya perubahan

Lima hal diatas ini kemudian kami susun menjadi sebuah penyataan masalah, seperti berikut


Meningkatkan angka kemiskinan di Ibukota akibat PHK sepihak pasca reformasi.



Tree of problem


Setelah menganalisis isu yang ingin kami selesaikan, kami diminta untuk menganalisis lebih detil menggunakan prinsip tree of problem dimana kami diminta mengidentifikasi root cause dari suatu masalah, kemudian dampak yang ditimbulkan akibat root cause tersebut, juga stakeholder yang terlibat.

-----

Akhir dari hari kedua. Cerita ini masih akan terus berlanjut di hari ketiga.

To be continued...

Baca bagian sebelumnya : Community Leaders Training Day 1

Self Learning : Sekedar Mengucapkan Terima Kasih


“You don’t need to show that you are good, if you are really good enough…”



Pekan lalu saat penyerahan beasiswa, ada rasa syukur dalam diri yang tak terhingga. Bersyukur bahwa diri ini masih diberikan kesempatan untuk menjadi jembatan dalam pemberian beasiswa ini. Bersyukur bahwa diri ini pun masih diberikan kesempatan untuk memprioritaskan mereka para penerima beasiswa yang memang layak. Semoga beasiswa yang diberikan memang tepat pada yang berhak.
Wajah-wajah riang itu, dengan senyumnya menjabat tangan sembari mengucap ‘terima kasih’. Sesungguhnya itu lebih dari cukup. Menghapus keraguan yang selama ini mengganjal di dada. Kata itu cukup sakti menjadi penyemangat bahwa dibalik usaha untuk menjadi penuh manfaat ada mereka yang tersenyum menjadi penerima manfaat, menunggu tangan-tangan kebaikan terulur kepada mereka. Maka senyum itu lebih dari sekedar penghapus dahaga dan keraguan.

Kita tak perlu menunjukkan bahwa diri kita telah berbuat ini dan itu. Cukuplah Ia-Nya yang mencatat sebagai amal kebaikan yang mengantarkan kita ke Jannah-Nya. Sama seperti kata terima kasih yang terkdang terlupakan. Biarlah, ucapan terima kasih dari-Nya mungkin lebih berharga dibanding sekedar ucapan terima kasih yang terlupakan

Bagi pemberi, ikhlas mungkin bisa menggantikan rasa ingin menerima ucapan terima kasih. Tetapi, bagi penerima, seharusnya ucapakan terima kasih menjadi awal untuk bisa lebih bersyukur. Itulah awal langkah kita bersyukur atas suatu hal. Mungkin kita pernah lupa mengucapkan terima kasih atas kebaikan seseorang. Tanpa disadari, meskipun bukan suatu keharusan, sekedar mengucapkan kata terima kasih sejatinya menjadi penyejuk bagi yang mendengarnya bahwa apa yang telah dilakukannya bermanfaat bagi orang lain.

Maka, cukuplah Ia yang mengucapkan terima kasih kepada kita.

Friday, March 25, 2016

Catatan Community Leaders Training : Ayamin Plus (Day 1)

Ayamin Plus Community Leaders 2016 Batch 1
 Pada 17-19 Maret lalu, saya terpilih menjadi salah satu peserta Community Leaders Program 2016 yang diselenggarakan oleh Ghadan Institute dan Nama Foundation dari Saudi Arabia serta diorganisir oleh Wafa Indonesia. Program ini merupakan program pembinaan untuk membentuk Social Enterpreneur muda yang juga diselenggarakan di Tanzania, Kyrgiztan dan Lebanon.

Sebelum bercerita ke sesi training, saya akan ceritakan terlebih dahulu mengenai program Community Leaders yang sangat keren ini menurut saya. Jadi, program ini adalah sebuah pilot program yang pertama kali diadakan untuk mencari pemuda potensial untuk mengembangkan kewirausahaan berbasis sosial. Mengapa dilaksanakan di empat Negara tersebut? Harapannya ke depan program yang berhasil bisa berekspansi ke regional masing-masing, misalnya Indonesia ke ASEAN, kemudian Lebanon ke Timor Tengah, Kyrgiztan ke Asia Utara dan Tanzania ke Afrika.

Fase yang saya lalui kemarin adalah fase awal. Ada Beberapa fase yang akan dilalui selama program berlangsung. Setelah Ayamin Plus (Fase training pembinaan), selama 3 pekan peserta akan dimentori dan dicoaching oleh dua orang untuk membuat action plan project. Setelah itu, peserta akan mempresentasikan action plannya masing-masing. Dua puluh peserta dengan action plan terbaik akan mendapatkan seed funding untuk mengimplementasikan project nya dalam waktu satu tahun. Selanjutnya, mereka akan memasuki fase dua dengan mengikuti training di Turkey selama sekitar 21 hari. Dari sana, mereka akan mendapatkan pendanaan kembali untuk mengimplementasikan project nya selama 2 tahun.

Peserta yang terpilih rata-rata adalah social activist atau social entrepreneur yang memiliki pengalaman volunteering dari berbagai bidang. Maka tidak heran peserta ayamin plus yang saya ikutin memang terasa luar biasa dari training kebanyakan.

Baiklah, saatnya bercerita ke bagian trainingnya. Sudah siap?

Day 1:

Our Experiences Matter, but Stay Humble

Sesi pertama adalah perkenalan. Kami berkenalan secara bergantian dengan bermain games "Someone with 'something' move... ". Kami mengenalkan diri kami masing-masing, asal kami, kesibukan saat ini juga pengalaman volunteering yang pernah kami jalani. Kami diminta untuk memperkirakan berapa tahun kami telah terlibat sebagai volunteer.

Ternyata, setelah dijumlahkan dari semua peserta totalnya 97 tahun atau hamper 100 tahun. Bisa dibayangkan 100 tahun pengalaman volunteering adalah hal yang luar biasa. Pengalaman memang hal yang baik, tetapi di program ini kita akan sama-sama belajar.

Community Leaders should place theirself in the Challenges zone.

Pada sesi kami diminta untuk memilih zona yang menurut kami sesuai ketika trainer menyampaikan sebuah situasi. Ada tiga zona yakni comfort zone, challenge zone dan pain zone. Ketiga zona ini adalah analogi dari tiap kondisi yang kita lalui dalam setiap aspek kehidupan. Terkadang, kita terlalu nyaman untuk berada di comfort zone, merasa enggan untuk keluar dari zona tersebut. Sebagai seorang community leaders, kita harus belajar untuk memposisikan diri kita di challenge zone. Kita harus bisa senantiasa siap dengan berbagai tantangan yang akan kita hadapi di depan, bukan menyerah lalu pasrah di pain zone.

Build your home village, and working with the community

Pada sesi ini kami disuguhkan sebuah video inspiratif TED yang mengisahkan tentang Francis, seorang arsitek lulusan Jerman yang berasal dari sebuah negara miskin di Afrika: Ghanda. Ia menceritakan kisahnya membangun kualitas kehidupan di desanya dengan menerapkan ilmu arsitektur yang telah ia pelajari. Bangunan pertama yang menjadi proyeknya adalah pembangunan gedung sekolah. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari seorang Francis misalnya sebagai community leaders kita harus bisa down to earth. Francis mau terjun langsung ke masyarakat tanpa menganggap dirinya lebih hebat dari masyarakat hanya karena pendidikan yang telah ia peroleh. Meskipun awalnya tak dipercaya, ia pun pantang menyerah. Akhirnya ia berhasil membangun desanya dan mewariskan ilmu perancangan bangunan kepada masyarakat di desanya. Kisah Francis bisa dilihat disini.

Tiga hal yang bisa kita dapatkan dari Francis, yaitu;
1.      Knowing the problem
2.      Facing Difficulties
3.      Victory or happiness

Communicate effectively

Pada sesi ini kami bermain Lego. Masing-masing peserta dibuat berpasangan dan duduk saling membelakangi. Di hadapan tiap peserta diberikan lego secara acak untuk disusun menjadi ‘sesuatu’. Peserta di sebelah kanan membuat sesuatu dari Lego yang didapat, kemudian menginstruksikan teman pasangannya untuk membuat hal yang sama tanpa harus berhadapan secara langsung.

Disinilah kami belajar bagaimana seorang community leaders harus mampu memiliki komunikasi yang efektif. Terkadang dalam komunitas, kita sebagai leaders tidak memberikan kesempatan komunitas yang sedang kita bantu untuk berkomunikasi.
Dari Lego’s game, ada prinsip HEAR model, atau bisa dijabarkan menjadi :
1.      Hear
2.      Empatize
3.      Analyze
4.      Respond


Tell your story in thousand words, but make it simple

Pada sesi ini, kami diminta untuk menceritakan cerita yang kami dengar dari teman di sebelah kami, lalu menceritakan kembali ke teman di sebelah kami lainnya. Cerita ini dikembangkan secara simultan berdasarkan gambar yang diberikan secara acak.

Di akhir sesi, orang terakhir yang mendengan cerita akan mencoba menebak apa sebenarnya yang diceritakan dan menerka gambar mana yang sebenarnya sedang diceritakan. Dari games sederhana ini kita belajar bagaimana membangun komunikasi yang efektif di dalam komunitas. Terkadang, Bahasa yang kita gunakan terlalu tinggi sehingga komunitas target yang kita tuju tidak mengerti Bahasa kita. Sebagai seorang community leaders kita harus belajar bagaimana berkomunikasi menggunakan Bahasa yang simple dan juga emosional serta unik.
----
Ayamin Plus Community Leaders 2016

Hari ke-1 usai. Sebelum sesi berakhir, kami diminta untuk menuliskan aktivitas kami menggunakan prinsip traffic light. Lampu merah dianalogikan sebagai aktivitas yang pernah kita jalani dan sudah berhenti. Lampu kuning dianalogikan sebagai aktivitas yang sedang kita lakukan saat ini. Lampu hijau dianalogikan sebagai aktivitas yang akan kita lakukan di waktu yang akan datang.

Setelah me-list aktivitas berdasarkan traffic light, sebagai tugas di rumah kami diminta untuk me-list lima karakter positif dalam diri yang menjadi keunggulan disertai dengan cerita nyata yang pernah dialami terkait karakter tersebut.

Berlanjut ke Day 2



Monday, March 7, 2016

Self Learning : Tentang Mengasihani Diri Sendiri dan Berusaha Lebih Kuat



Dua minggu belakangan ini duniaku berubah. Ada yang menghambat gerakku. Aku lebih banyak beristirahat di dalam ruangan, menghabiskan waktu dengan berbaring. Meminta tolong untuk dibelikan makanan. Aku tak bebas untuk pergi kemanapun.

Di suatu malam itu, entah mungkin karena kecerobohanku, aku terjatuh dari sepeda motor yang sedang kukendarai. Kaki kananku terjepit badan sepeda motor yang lantas membuatku sulit berdiri. Tanganku gemetar. Pandanganku kosong. Sempat terpikir untuk menelepon teman untuk dijemput, tapi urung kulakukan. Aku berusaha untuk lebih kuat tiba di rumah.

Keesokan harinya, kaki kananku sempurna tak bisa dipijakkan. Bahkan untuk sekedar duduk saat tahiyat Sholat, aku berusaha keras menahan rasa sakit. Aku butuh istirahat yang cukup. Maka menjelang siang, aku kembali berbaring. Membungkus kakiku yang telah dioleskan dengan minyak tawon dengan kain. Lalu, membiarkannya berada di posisi yang lebih tinggi. Begitulah yang kubaca dari sebuah artikel di internet.

Memang rasanya tak enak saat gerak kita terganggu. Kita tak bebas untuk pergi kemanapun. Maka, berbaring menjadi pilihan yang cukup mengasyikkan untuk mengasihani keadaan diri.

Kadang mungkin kita memang perlu meluangkan waktu sedikit untuk mengasihani diri, membiarkan diri kita tanpa tekanan. Namun, jangan terlalu lama. Mengasihani diri atau memanjakan diri karena keadaan memang perlu, namun kita juga perlu belajar untuk bangkit. Salah satu tantangan terbesar sebenarnya adalah diri kita sendiri.

Saat keadaan memaksa diri kita untuk mengistirahatkan diri, lalu lama-kelamaan kita merasakan kenyamanan hingga kebosanan, kita perlu melawan dan mengembalikan diri kita ke keadaan semula, membuatnya lebih kuat.
-----

Hari ini aku belajar untuk menjadi lebih kuat, melawan kelemahan yang belakangan ini menghantui diriku sehingga memaklumkan keadaan untuk terus beristirahat tanpa melakukan banyak hal. Hari ini juga aku belajar untuk tidak lagi bergantung pada yang lain, aku berusaha melakukan semuanya sendiri, termasuk mengendarai sepeda motor sendiri.

Bismillah…

7 Maret 2016


Catatan : Catatan ini sebagai bahan pembelajaran karena terlalu banyak berbaring dan tidak banyak melakukan kegiatan produktif.





Sunday, March 6, 2016

Rindu



Hari ini kita bertemu untuk melepas rindu. Keterjedaan menghadirkan duri yang menusuk di dada. Mungkin sakit bila terus ditahan. Tetapi, keyakinan kita untuk bertemu kali ini mengobati rasa sakit itu. Kita hanya terbisu dalam tatapan yang berbicara. Kau yang sesekali tersenyum mencuri pandang. Saat mata kita bertemu pandang, kita pun sama-sama tersipu malu. Meski tak kutahu siapa dirimu.

Rindu ini bagiku adalah kita.

Keterjedaan membuatku menunggu akan hadirnya kembali rindu. Kau pun mungkin begitu. Aku akan setia menahan rindu hingga ku tak mampu. Karena dibalik rindu ini, aku yakin ada kamu yang juga setia untuk menunggu.

Rindu ini seperti senja yang ditunggu sang mentari. Dari keterpisahan siang dan malam, mentari terus menunggu hingga bertemu senja. Pun kita yang terjebak oleh rindu, menunggu untuk dipertemukan.

Apakah esok kita pasti akan bertemu?
Dalam do’aku selalu kupanjatkan, mungkin kaulah obat rinduku selama ini. Mungkin kaulah yang mencabut duri dari rinduku ini. Mungkin hanya kaulah yang mampu menyembuhkan rasa sakit akibat rinduku ini. Di pertemuan kita nanti, rindu itu akan hilang. Berganti dengan cinta dan kebahagiaan.

Kaukah yang selama ini membuatku terus merindu?


Saturday, March 5, 2016

The Walk : Tentang Mengejar Impian


 
“Kejarlah mimpimu, no matter what…”
The Walk, sebuah kisah Wire Walker yang ingin mengejar mimpinya berjalan di atas kabel yang menghubungkan World Trade Center, New York yang baru saja selesai dibangun pada tahun 1976. Philip awalnya hanya seorang wire walker biasa yang tertarik menjadi seorang wirewalker saat berusia 6 tahun tatkala ia secara diam-diam menyaksikan pertunjukkan sirkus yang dipimpin Papa Rudy. Melihat Wire Walker berjalan di atas kabel membuat ia tertarik untuk mencobanya. Ia pun lantas berlatih dengan membentangkan beberapa utas tali di kedua pohon dekat rumahnya hingga ia berhasil berjalan hanya di seutas tali.
 
Sayangnya Philip tidak mendapatkan dukungan dari keluarganya. Ia pergi dari rumah ke Paris. Di Paris, Philip memulainya dengan menjadi penampil sirkus jalanan, menampilkan wirewalk dengan membentangkannya di antara dua batang pohon ataupun lampu taman. Ia bertemu dengan Anne, penampil jalanan yang mengandalkan suara merdunya. Philip mengajak Anne untuk bergabung mengejar mimpinya.

Mimpi Philip ini dimulai ketika ia secara tak sengaja makan permen pemberian penontonnya saat tampil dan merasa nyeri di mulutnya. Ia pun mendatangi dokter gigi. Secara tak sengaja saat membuka sebuah majalah, ia menemukan gambar dua twin tower WTC Amerika yang hampir selesai di bangun. Ia merobek lembaran berisi gambar WTC tersebut lalu segera pulang ke rumah tanpa memeriksakan giginya.

Twin Tower itu menjadi mimpi yang akan dikejarnya. Ia ingin dikenal dunia sebagai The Greatest Wire Walker. It looks impossible, but he believes with his dream. He’s tryng to catch it, no matter what. Ia pun mulai berlatih dengan dukungan Anne di halaman sekolahnya. Soerang fotografer datang dan bergabung untuk mendukungnya.

Singkat cerita setelah berbulan-bulan mengumpulkan beragam informasi terkait kondisi WTC, mencari tim yang solid untuk mendukungnya, membuat rencana yang matang, maka ia bertekad untuk mengejar mimpinya tersebut pada 6 Agustus 1976.

Di hari bersejarah itu, dunia berdecak kagum padanya. Gedung itu tidak lagi terlihat hanya sebagai dua Menara kembar biasa yang baru selesai dibangun. Kini, gedung itu memiliki daya Tarik tersendiri.
-----
Kejarlah mimpimu, meski terlihat mustahil…
Selalu ada usaha ekstra keras yang harus kita lakukan untuk mengejar mimpi yang kita yakini dalam hidup ini. Bukan tanpa haling dan rintang, kita mungkin perlu merangkak mengejarnya. Sekali saja kita menyerah dari keadaan, maka kita telah kehilangan mimpi-mimpi itu.

Satu hal yang pasti saat kita telah dekat dengan mimpi kita tersebut, kita akan memasuki ruang kehampaan, titik fokus dimana hanya diri kita yang ada. Taka da yang lain. Kau bisa melihat dirimu seperti apa yang kau impikan. Ruang hampa itu sunyi. Jaraknya begitu begitu dekat dengan mimpi kita, tetapi masih cukup jauh untuk menggapainya.

Pikiran kita akan diselimuti oleh mimpi yang sudah begitu dekat. Diri kita terjebak dalam ruang kehampaan. Pikiran kita tak lagi waras karena sudah terkelabui oleh dekatnya mimpi itu. Lalu, yang kita butuhkan hanya kesabaran untuk secara perlahan menyelesaikan langkah-langkah yang sudah kita pijakkan hingga di pijakan terakhir. Jangan biarkan hawa nafsu kesenangan menguasai diri kita. Banyak dari para pemimpi yang gagal saat akan menyelesaikan langkah terkahir.

Are you ready enough to catch your dream?






Connect