Tuesday, December 22, 2015

Ibu, yang Pertama Kali Membuatku Cemburu

Selamat Hari Ibu
I Love You, Mom! Selamat Hari Ibu!

"Yah, ini kenapa begini kamarnya Mah?" Aku kaget melihat kamarku yang sempit menjadi semakin sempit karena sebuah tempat tidur king size dipaksakan masuk. Sempit dalam artian sebenarnya. Kamarku hanya 3x2,5 meter. Lemari dua pintu dan lemari buku turut serta dan hanya bisa dibuka sebagian pintunya.

Aku marah. Meluapkan kekesalan dengan menutup pintu keras, tak ramah.

"Banyak rayap di bawah kasur. Buku-buku habis dimakan rayap." Ibuku mencoba menjelaskan.

Aku tetap tak mempedulikan.

Malam itu sejatinya aku lelah dan ingin beristirahat setelah beraktivitas seharian di sebuah acara di Jakarta Convention Center. Namun, melihat keadaan kamarku yang demikian, rasa lelahku seketika hilang dan berubah jadi amarah. Entah apa yang hinggap di kepalaku malam itu. Aku marah pada ibuku sendiri. Mungkin setan sedang hingga di diriku malam itu. Atau mungkin pula ini adalah bentuk pendaman amarah yang selama ini kupendam rapat, lalu ia meledak di saat yang tidak terduga. 

"Ibumu sudah merapikan kamarmu, Bang. Seharusnya kamu berterima kasih." Ayahku mencoba menjelaskan. Aku tetap dalam amarahku.

Tetapi, malam itu aku tetap terdiam. Rasa kantukku hilang. Aku berbaring kaku. Mata sulit terpejam. Dadaku meluap-lupa karena amarah, pikiranku menjalar mencari beragam alasan untuk membenarkan tindakan. Namun, Air mataku menetes. Ada rasa sesal yang diam-diam menghinggapi. Aku seperti kembali menjadi anak kecil. Meluapkan amarah yang seharusnya tak kubiarkan meledak. Akupun tak habis pikir bisa marah pada Ibu hanya karena masalah sederhana.

Tak berselang lama, adikku mengirim pesan agar aku meminta maaf pada ibu. Mungkin memang seharusnya aku meminta maaf pada ibu. Itulah terakhir kali aku merasa membuat kesalahan besar pada ibu, mungkin telah membuatnya menangis malam itu. Aku berjanji dalam diri untuk tidak lagi meluapkan amarah di depannya, apalagi terhadapnya.
-----

Ibu adalah orang yang pertama kali membuatku patah hati. Ibu menjadi cinta pertamaku, juga cinta sejatiku. Sejak ibu dan ayah memutuskan untuk pindah ke Indramayu pada 2010 lalu, aku seperti kehilangan cinta yang selama ini bersemayam di lubuk hatiku. Namun, ia berubah menjadi rindu. Ya, aku selalu rindu saat-saat bersama ibu.

Aku seperti anak bungsu dari ibuku kini. Aku yang sering ditunggu kehadirannya di rumah ketika ia sedang ke Jakarta, berharap anak bujangnya sedang ada di rumah menyambutnya dengan senyuman khasnya. Aku rindu ketika di ujung telepon ia menjawab dengan khas suaranya, "Assalamualaikum, kamu di rumah Bang?"

Aku rindu ketika mengantar ibu kembali pulang, meskipun hanya menunggu hingga ia mendapatkan bis di Plumpang. Aku yang selalu bilang "Gak apa-apa mah, siang kog kuliahnya"  padahal aku rela tidak masuk kelas untuk memastikan ia mendapatkan bis untuk pulang.

Aku rindu saat Ibu repot menyiapkan bekal bawaan untuk dibawa pulang anaknya, lalu dengan santainya kukatakan, "Gak usah mah, di sana juga gak ada yang makan". Namun, ia tetap memasukkan bekal tersebut untuk dibawa pulang anaknya.

Aku rindu ketika Ibu bilang "Biar Mama yang bawa tasmu, kamu jalan aja", sembari mengantarkanku hingga ke tepi jalan dan memastikan aku mendapatkan bis dan selamat hingga ke Depok.

Ibu yang pertama kali membuatku cemburu takut kehilangan kasih sayangnya lantaran ia lebih peduli pada adik kecilku, dan aku menganggapnya tidak adil. Ia yang selalu membela adikku daripada aku sendiri. Ia yang selalu membela teman-temanku daripada aku sendiri, padahal mereka yang jelas salah.

Disitulah aku baru menyadari, ia sedang mendidikku untuk menjadi orang lebih kuat, bisa mengalah, lebih bijak, dan sabar. 

Sejatinya mungkin akulah anaknya yang paling ia banggakan. Akulah yang paling ia harapkan. Akulah tumpuannya kini. Lalu, mengapa aku sekarang seperti menjauh darinya di saat ia butuh kehadiran anak bungsunya? Seakan aku menutup rapat cerita padanya disaat ia ingin  mendengar cerita dari putra kesayangannya?

Mah, aku akan telepon Mama pagi ini... 
Selamat hari ibu, Ma. Terima kasih untuk segalanya, Ma... 


Depok,
22 Desember 2015,

Dari anak mu
yang (belum) berbakti padamu.. 

Sunday, December 20, 2015

Surat Cinta untuk Adik-adik di Rumah Inspirasi MAB

Bersama adik di Rumah Inspirasi MAB 


“Kita mungkin awalnya bukan siapa-siapa, tak saling kenal satu sama lain. Lalu, di keluarga baru ini kita disatukan. Hidup bersama dengan orang yang belum pernah kita kenal tidaklah mudah. Sikapmu yang terkadang egois awalnya membuatku kecewa, atau mungkin tingkahku yang childish yang membuatmu risih. Namun, disitulah kita sama-sama belajar untuk menumbuhkan empati dalam diri kita masing-masing, menganggap itu sebagai bagian dari keunikan diri kita masing-masing. Karena disinilah aku dan kamu sama-sama belajar untuk menginspirasi dan berprestasi di rumah kecil yang kita sebut ‘Rumah Inspirasi MAB’”
----

Dear MABers, 

Terima kasih atas kebersamaan yang telah kita jalin bersama di semester ini. Ada banyak cerita yang mungkin telah kita lalui bersama di Pondokan MAB. Terima kasih untuk inspirasi, prestasi dan semangat yang telah kau hadirkan di rumah kita tercinta. Gelak tangis, canda tawa yang mengisi hari-hari kebersamaan kita. Semua akan tersimpan indah menjadi kenangan perjalanan hidup yang takkan terlupakan. Dari setiap pertemuan, tentu ada perpisahan yang akan mengakhiri itu semua. Meski di semester mendatang kita tak lagi bersama, namun kau tetaplah bagian dari keluarga kami di ‘Rumah Inspirasi MAB’… 

Terima kasih untuk partisipasi aktifnya membangun Rumah Inspirasi MAB menjadi lebih hidup di semester ini, meski banyak juga pelanggaran peraturan yang telah ditetapkan. Boys will be boys, and so the girls… Kalian tetaplah yang terbaik… 

Teruslah menginspirasi bagi kami dan menorehkan banyak prestasi dimanapun berada. Semoga apa yang kalian cita-citakan bisa tercapai. Salam hangat untuk keluarga dan orang-orang tercinta di rumah. See you… 


Depok, 19 Desember 2015, 

Rumah Inspirasi MAB

Thursday, December 17, 2015

Sudahkah kita Selesai dengan Diri Kita Sendiri?

Selesai dengan diri sendiri
Selesai dengan diri kita sendiri via ilmanakbar.wordpress.com
Aku sedang berdiri di kereta comuter menuju stasiun kota. Waktu masih menunjukkan pukul 9 lebih 20 menit. Tak cukup padat pagi ini. Mungkin sudah banyak yang cuti kerja. Satu hal yang terlintas di pikiran pagi ini,  "Have you done with yourself?

Terkadang kita lupa, kita perlu berhenti sejenak dari rutinitas yang (sungguh) melelahkan, menyita hampir semua waktu yang kita punya. Lalu, kita lupa bahwa diri kita punya hak untuk diperhatikan: mendapatkan asupan nutrisi yang cukup, istirahat yang cukup, pengembangan diri, ibadah, hiburan, dsb.

"Have you done with yourself?" Aku pernah membaca di sebuah blog bahwa hanya mereka yang telah selesai dengan dirinya lah yang mampu menorehkan prestasi yang cemerlang. Aku sedikit banyak setuju dengan pendapat ini. Mungkin inilah yang terkadang sering kita lupakan. Ketika kita sibuk mengurusi berbagai hal untuk orang lain, sibuk dengan urusan yang bahkan kita sendiri tak tahu untuk apa dan lain sebagainya, apakah kita sudah menyelesaikan tugas kita sebagai seorang manusia secara pribadi untuk diri kita sendiri, apakah orang-orang terdekat kita sudah merasakan kebermanfaatan dari diri kita

Akhir-akhir ini aku merasa sangat kelelahan mengikuti ritme kehidupan yang bergerak cepat. Seakan aku perlu waktu untuk berhenti sejenak. Dari situlah aku menyadari (mungkin) banyak hal yang belum aku selesaikan untuk diriku sendiri. Aku perlu berhenti sejenak, menyelesaikan apa yang menjadi hak diriku untuk segera diselesaikan.
-----

"Have you done with your self?" Terkadang aku merasa kagum dengan orang-orang yang telah selesai dengan dirinya sehingga ia bisa total melaksanakan amanah yang diembannya. Semua tugas yang ia kerjakan nyaris tanpa cela. Tak ada pikiran tak fokus karena terbagi dengan urusan dirinya yang belum selesai.

Kita mungkin selalu bisa menjadi orang yang selesai dengan diri kita, menyelesaikan semua itu lalu menembarkan manfaat untuk sekitar kita. Yang kita perlukan hanyalah managerial waktu yang baik. Lekas selesaikan urusan dengan diri kita sendiri, lalu berbagi kebermanfaatan dengan orang-orang sekitar kita

Sekedar pikiran di pagi ini...
Di Commuter line Depok-Jakarta,
16 Desember 2015
Bambang Sutrisno

Tuesday, December 15, 2015

Delapan Tahun, Awal dari Semua Pembelajaran



“Cara terbaik untuk melahirkan leaders baru adalah dengan mmeberikan kepercayaan bahwa mereka mampu menjadi leaders

Desember ini, genap delapan tahun Teens Go Green sebagai sebuah komunitas muda dalam pengembangan green leaders. Ada rasa bangga, takjub dan juga haru ketika menoleh ke belakang atas semua pencapaian yang pernah diraih. Delapan tahun lalu, awal dari semua pembelajaran yang kini masih terus berlanjut.

Juni lalu, saat menghadiri silaturahim buka puasa bersama dengan komunitas ini mulai mencetuskan ide untuk mulai membenahi struktur yang ada. Sayangnya, beberapa bulan terlewati tanpa hasil. Bahkan, tim transisi yang bertugas melakukan proses transisi kepengurusan pun tak beranjak, diam di tempat, meski berkali-kali didorong sekuat tenaga. Alhasil, tim tersebut bubar.

Sebagai leader, saya terus belajar untuk tidak hanya berhenti. Ada tanggung jawab tertinggal di diri ketika komunitas ini diam di tempat atau mati suri. Akhir oktober lalu, ketika sedang menginisiasi sebuah program baru kembali memunculkan ide untuk menghidupkan kembali komunitas ini, bukan menghidupkan mungkin lebih mendinamiskan tepatnya. Terlebih, salah satu pihak yang akan mensupport kegiatan selama 2016 memaksa untuk mengirimkan program kerja dan RAB tahun 2016 segera. Di dalam grup, perdebatan pun tak dapat dihindari karena memang banyak yang tidak mengerti bahwa selain struktur yang perlu dibenahi, urusan pendanaan menjadi hal yang juga sensitif.

Delapan tahun memang memberikan banyak pembelajaran dan itu dirasa cukup. Lagu Tulus ‘Sewindu’ seperti menjadi soundtrack yang setia menemani dimanapun berada. Menjelang batas deadline pendaftaran Presiden Teens Go Green, satu orang calon mengirimkan pesan pribadi bahwa ia tidak jadi mencalonkan diri. Ada rasa kecewa. Apakah komunitas ini akan berhenti sampai disini?

Menjelang pertengahan November lalu saat di Bandung sempat menanyakan kepada seorang teman yang juga memegang puncak kepemimpinan di sebuah organisasi pemuda tentang bagaimana proses pemilihan ketua di organisasinya. Ia menjelaskan detailnya. Dari situ mendapat sedikit semangat bahwa TGG masih ada harapan. Perpanjangan untuk pendaftaran calon Presiden TGG pun dilakukan. Menjelang batas yang ditentukan, belum juga ada calon tambahan. Hingga di detik-detik terakhir, akhirnya genaplah calon Presiden TGG mendatang. Mungkin merekalah memang orang-orang terbaik yang pantas melanjutkan estafet kepemimpinan di organisasi ini.
*****

Beragam cerita pernah menghiasi kebersamaan yang terajut di TGG. Delapan tahun bukan waktu yang sebentar untuk sebuah komunitas muda tmbuh dan berkembang. Jika dulu kami masih meraba arah gerakan kami, melihat kiri-kanan saat kami akan melangkah dan bahkan butuh ada yang menuntun, kini kami siap untuk melangkah sendiri.
Sabtu lalu, 12 Desember 2015, saya memimpin proses musyawarah besar Teens Go Green 2015. Prosesi pemilihan raya yang lumayan berkesan akhirnya menemui akhirnya. Sebelumnya, kami mengadakan eksplorasi online kandidat via grup whatsapp. Antusiasme teman-teman sangat luar biasa dalam eksplorasi online tersebut. Jumat malam kemarin, Eksplorasi Kandidat secara langsung pun digelar. Banyak pertanyaan yang menggambarkan betapa pedulinya para anggota TGG untuk mengamanahkan estafet kepemimpinan kepada kedua kandidat. Seperti tak ingin mengulang kembali kesalahan sebelumnya.

Musyawarah besar Teens Go Green menjadi keputusan tertinggi dalam organisasi ini. Ini adalah musyawarah anggota. Dalam penentuan presiden Teens Go Green, setiap angkatan sebelumnya melakukan FGD untuk mendiskusikan kelebihan dan kekurangan masing-masing kandidat. Setelah itu, ditunjuk satu orang delegasi tiap angkatan yang akan mewakili suara angkatannya. Tiap delegasi ini kemudian bermusyawarah untuk menentukan siapa presiden TGG yang terpilih.

Proses ini agak alot mungkin. Sebagai senior, saya hanya membantu mengarahkan jalannya diskusi, memberikan study case yang relevan dengan kondisi TGG saat ini jika diperlukan. Musyawarah ini menggunakan beberapa kriteria pilar kepemimpinan yang diadopsi dari forum Indonesia muda degan beberapa tambahan yang disesuaikan dengan TGG.

Setelah selama kurang lebih empat jam, akhirnya kami mantap menentukan siapa yang akan menjadi presiden TGG 2016-2017.
*****

Menjadi presiden TGG sebenarnya hanya sebuah jabatan. Hal terpenting adalah bagaimana kontribusi dan tanggung jawab kita. Dulu, di awal kepengurusan, meski bukan sebagai presiden TGG, saya bersyukur karena disitu saya mendapatkan kesempatan untuk belajar banyak hal. Dan menyerahkan kepemimpinan TGG kepada dua orang kandidat yang berani mendaftarkan diri menjadi presiden TGG adalah hal yang tepat. Mereka lah orang-orang terbaik yang siap melanjutkan organisasi ini.

Sabtu malam itu, dengan prosesi sederhana di acara malam keakraban di Aula 4D Gelanggang Samudera Ancol, saya bersama teman-teman tim Musyawarah besar Teens Go Green 2015 mengumumkan Presiden Teens Go Green Indonesia terpilih. Entah kenapa terasa dag-dig-dug. Prosesi ini bisa jadi adalah bentuk kepercayaan kami kepada mereka, pemimpin yang kelak memimpin organisasi ini dimasa mendatang.

Maka, dengan khidmat disaksikan oleh semua peserta yang hadir dan juga teman-teman dari komunitas Green Taruna dan BSD Adventure saya mulai bersuara, “ Saudara M. Akbar sebagai Presiden Teens Go Green Indonesia dan Saudara Arif Hermantor sebagai Wakil Presiden Teens Go Green Indonesia.” Setelahnya, ada beberapa rekomendasi dari tim musyawarah yang perlu diambil perhatian oleh presiden dan wakil presiden terpilih.

Itulah akhir dari delapan tahun kebersamaan di organisasi ini. Estafet kepemimpinan telah bergulir. Saatnya melanjutkan langkah lebih jauh untuk berkontribusi di tempat lain untuk kemajuan bangsa. Kami mungkin hanya sekelompok anak muda yan punya semangat dan visi sama untuk melakukan perubahan dari yang kami yakini, meskipun belum besar. Kami akan terus melangkah. Kami akan terus berbuat.

Selasa, 15 Desember 2015

Rumah Inspirasi MAB
Connect