Sunday, August 30, 2015

Friends, Friendship dan Friendzone


Ada yang bilang, 'Jodoh yang kau cari mungkin sahabat dekatmu sendiri,  maka tak usah jauh-jauh mencarinya.' Biasanya cinta yang dimulai dari sebuah persahabatan akan terjebak dalam Friend zone, kita sulit membedakan mana perhatian sebagai sahabat atau sebagai tanda kita suka. Aihh... 

Belakangan ini jadi banyak berpikir bagaimana membedakan perasaan antara perhatian seorang sahabat dan orang yang kita suka.

Hubungan dua orang biasanya dimulai dengan kenal, lalu dekat dan menjadi teman. Kita mungkin kenal dengan beragam orang, beragam usia, tetapi yang menjadi teman kita mungkin hanya beberapa. Mereka kebanyakan pernah berinteraksi dengan kita, diluar momen perkenalan di awal.

Teman biasanya datang silih berganti. Mengisi beragam momen yang berbeda dari kehidupan kita. Mereka ada saat kita sedih, senang, suka maupun duka. 

Dari semua teman yang kita miliki, tentu ada beberapa orang yang lekat sekali dari kehidupan kita. Mereka yang mengisi memori bersama kita dalam periode waktu tertentu. Mengenal kita lebih dekat, menerima kita apaadanya. Menjadi orang yang pertama mengetahui kala kita senang dan susah. Dialah sahabat.

Sahabat selalu dimulai dengan sebuah pertemanan. Biasanya sahabat memiliki ketahanan dan interaksi yang intens, meski berjauhan tempat dan terpisah cukup lama. Sahabat bersama memorinya selalu lekat dalam ingatan kita untuk selalu mengingatnya.

Persahabatan adalah hal yang indah. Kita bisa memulai kisah persahabatan kapanpun, mulai dari zaman sekolah, kuliah hingga di dunia kerja. Biasanya persahabatan yang dimulai sejak dini ikatannya lebih erat karena kita merasa tumbuh bersama, sama-sama merasakan proses menjadi manusia dewasa.

Dalam persahabatan, apalagi antara dua manusia berbeda jenis kelamin, sangat mungkin mereka terjebak dalam Friend zone ketika salah satu dari mereka menyukai lainnya. Sulit sekali membedakan mana perhatian sesungguhnya, mana perhatian sebagai sahabat.

Persahabatan sejatinya akan bisa terus berlanjut, meski kita bertengkar sekali dua kali. Tetapi, untuk mereka yang belum dewasa, adanya friendzone mungkin juga akan menghancurkan persahaban yang telah dibangun.

Mencari sahabat, apalagi sahabat seumur hidup yang diikat dalam ikatan pernikahan bukanlah hal yang tidak mungkin. Seperti kalimat awal tulisan ini, 'Mungkin pula jodoh yang kau cari adalah sahabat dekatmu sendiri.' Apakah sahabat dekatmu adakah jodoh yang kau cari selama ini

Friday, August 28, 2015

Catatan tentang Wisuda: Memulai Kehidupan yang Baru


"Happy Graduation Day, Bro..." 

Hari ini kembali prosesi wisuda dilaksanakan. Ini kali ke-lima wisuda setelah lulus dari kuliah normal selama empat tahun, sekaligus menjadi wisuda terakhir teman seangkatan ku. Ada tiga orang yang mengikuti wisuda hari ini, satu diantaranya adalah sahabat dekat yang sejak di tingkat pertama menjadi teladan kami dalam artian menjadi leader yang menuntun gerak kami waktu itu.

Everything has changed

Dulu, di tingkat dua, seorang teman yang saat ini wisuda pernah membuat sebuah status di media sosial Facebook. Tak lupa memention kami, beberapa orang sahabat dekatnya. Tepat di prosesi wisuda lima tahun lalu. Intinya ia berharap kami semua bisa lulus tepat waktu dengan normal (4 tahun).

Ternyata, kita memang tak pernah tahu apa yang akan terjadi di depan. Semuanya berubah. Termasuk keinginan untuk lulus tepat waktu. Entah apa yang membuat aku melupakan target yang sejak awal aku ingini ketika menginjakkan kaki di Universitas Indonesia.

Saat tiba waktunya seharusnya aku menyelesaikan masa studiku, aku mengabaikannya. Mungkin tidak berusaha menyelesaikan nya saat itu. Ada hal lain yang aku kejar. Aku menunda kelulusanku menjadi semester berikutnya lantaran harus ke Malaysia untuk beberapa waktu. Bahkan, aku tak sempat untuk berfoto dan bertemu langsung dengan teman-teman  seangkatan ku saat perayaan wisuda. 

Bukan untuk menyesali, semua tentu memiliki makna dan pembelajaran masing-masing. Aku merasa tak menyesal telah menunda kelulusan menjadi semester berikutnya. Dan memang, dengan waktu yang sangat singkat akhirnya aku bisa menyelesaikan studiku, mengejar penelitian skripsi usai kembali ke tanah air. 

Wisuda: Selamat memulai kehidupan yang baru

Tepatnya 1,5 tahun lalu aku wisuda. Beberapa aku dengar ayah cerita kepada tamu yang datang ke rumah, betapa bangga nya ia. Aku hanya bisa terdiam. Tidak banyak yang aku bisa berikan pada mereka. Aku hanya berusaha jadi anak yang mandiri. 

Wisuda itu, adalah awal dan akhir kedua orangtua ku mengunjungi kampus tercinta. Dulu, saat awal registrasi masuk, aku tidak didampingi mereka. Hanya kakak senior yang sedari SMA ku kenal, lalu membantuku saat aku mengalami masalah pembayaran.

Maka sejak saat itu, aku niatkan untuk tidak merepotkan kedua orangtua ku salam hal keuangan. Hanya bisa berbagi cerita tentang kehebatan kampusku kepada mereka.

Wisuda bagiku adalah campuran senang dan sedih. Inilah mungkin fase hidup yang sebagian orang akan hadapi. Senang karena selesai menyelesaikan masa pendidikan jenjang sarjana, apalagi dari kampus besar seperti UI. Sedih karena akhirnya kita kembali ke masyarakat, dianggap sebagai manusia berilmu dan bebas. Tidak ada lagi institusi yang menaungi. Wisuda sebagai awal baru memulai kehidupan. Kita memulainya kembali dari nol, dengan bekal yang kita punya selama di kampus. 

Tak ada yang bisa menjamin bagaimana roda nasib akan menuntun kita. Tak ada yang tahu kemana arah hidup kita akan berujung. Kita hanya butuh rencana, rencana, lalu digenapkan dengan usaha dan doa.

Dan hari ini, aku seperti kembali ketika masa wisuda kualami. Melihat sarjana baru yang begitu riang, larut dalam euforia. Esok, hari baru sudah akan tiba. Menuntut hendak kemana kaki akan melangkah. Tak mungkin berdiam karena itu bukan pilihan.

Selamat untuk Adik-adikku di MAB yang wisuda hari ini: Wahyu, Yopik, Mushab, dan Tuti serta my best bro Gema dan lain-lainnya. Selamat memulai hidup di fase yang baru... 

Depok, 28 Agustus 2015
Bamsutris

Monday, August 17, 2015

Sebuat Catatan Perjalanan : Merawat Semangat Kemerdekaan di Negeri Tetangga Indonesia


Hari itu, Minggu, 17 Agustus 2014. Tepat setahun lalu dari hari ini. Kegiatan diliburkan, tidak seperti kemarin yang penuh dengan program. Pagi-pagi aku sudah bersiap, berkoordinasi dengan rekan-rekan Indonesia-ku. Persiapan singkat semalam semoga cukup untuk mempersembahkan semangat perjuangan dalam meraih kemerdekaan bangsa kami, meski kami di sini hanya sebagai tamu.

Hari itu aku sedang berada di Universiti Kebangsaan Malaysia, Malaysia untuk mengikuti sebuah program kepemudaan di tingkat ASEAN. Posisiku dalam program tersebut sebagai mentor tamu untuk mempresentasikan project yang kujalani. Hanya sepuluh hari aku akan bergabung. Namun, rasanya seperti kembali lagi mengikuti program yang kujalani setahun sebelumnya di 2013 (Baca : We Proud to Be Indonesian!)

aku (kanan) dan Gayuh (kiri) sebagai pengibar bendera
Pagi itu, setelah siap dengan semua persiapan yang relatif singkat, kami memanggil teman-teman ASEAN kami. Ada 10 anak muda terpilih yang mengikuti program ini. Namun, pagi itu kebanyakan dari mereka masih terlelap di dalam kamar. Maka, pagi itu kami lakukan upacara bendera secara sederhana, tanpa tiang bendera diiringi lagu kebangsaan kami, Indonesia Raya. Aku, Gayuh dan Rahma bertindak sebagai pasukan pengibar bendera, sedangkan lainnya sebagai tim paduan suara.

Teman-teman ASEAN-ku khidmat mengikuti upacara singkat kami, meski terkadang mereka asyik mengabadikan prosesi yang sungguh langka tersebut. Sepanjang aku mengikuti program tersebut di bulan Agustus tahun sebelumnya, ada beberapa hari kemerdekaan yang kami lalui selain Indonesia seperti Malaysia, Vietnam dan Myanmar. Mungkin Bulan Agustus sungguh special untuk dijadikan sebagai hari perjuangan bagi bangsa yang merdeka.

Teman-teman Indonesia
…..

Usai upacara bendera, kami mengadakan perlombaan ala Indonesia. Perlombaan memang tak pernah bisa dipisahkan dari hari kemerdekaan bangsa kami. Perlombaan sebagai  analogi semangat perjuangan para pahlawan dalam mengusir penjajah. Maka di hari itu, kami mengadakan perlombaan dengan peserta teman-teman kami dari negara ASEAN.

Perlombaan pertama yaitu Makan Kerupuk.

Berbeda dari biasanya, perlombaan makan kerupuk kali ini kami mengikatkan beberapa kerupuk dalam satu tali. Kerupuk tersebut dihabiskan secara berkelompok. Kami meminta teman-teman ASEAN kami untuk membentuk kelompok terdiri dari 4 orang.

Teman-teman dari Malaysia, Vietnam, dan Thailand sedang mengikuti lomba makan kerupuk
 Terlepas dari rasa kerupuk yang mungkin asing di lidah sebagian dari kami, perlombaan ini cukup seru dan mengasyikkan. Keceriaan menyelimuti kami pagi itu.

Perlombaan kedua : memasukkan pensil ke dalam botol dikombinasikan dengan jalan balon

Ide ini terlintas begitu saja di kepala kami. Kembali keceriaan menemani perayaan kami, meskipun terbilang cukup sederhana.

Perlombaan ketiga : Mummy

Kami mengkombinasikan perlombaan yang ada dengan trend yang berkembang. Maka, kami memilih mengadakan perlombaan untuk membuat mummy, meskipun dalam hati aku menyatakan tak setuju karena banyak membuang tisu. Aku terpaksa ikut teman-teman.
Membuat Mummy

Perlombaan keempat : The Longest – The Best

Aku melihat perlombaan ini sebagai perlombaan yang paling konyol. Bagaimana tidak, mereka melakukan cara apapun untuk menghasilkan sesuatu yang paling panjang. Kulihat di lapangan berjejer beragam kartu : KTM, KTP, dll.

Membuat the Longest...
Aku merasa bahagia melihat keceriaan teman-teman. Meskipun hari itu adalah bangsa kami yang sebenarnya berbahagia merayakan kemerdekaan. Kami disini merayakan bersama-sama teman ASEAN. Kami berbeda-beda negara, namun tak ada perbedaan yang mampu mengekang senyum keceriaan kebersamaan kami. Dan di program ini, sama seperti tahun sebelumnya, kami coba menghadirkan yang terbaik untuk bangsa. Mencoba mempersembahkan yang terbaik untuk negeri tercinta. Inilah semangat kemerdekaan yang kami coba rawat, meskipun jauh dan tidak berada di negeri tercinta, tetapi Indonesia tetap di hati kami.
Connect